Rabu, 28 Desember 2011

KY: Lima Pendaftar "Background" Militer Daftar CHA

Jakarta (ANTARA) - Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Asep Rahmat Fajar mengatakan ada lima pendaftar calon hakim agung (CHA) yang memiliki latar belakang (background) pengadilan militer.

"Ada lima pendaftar (CHA) yang memiliki `background` pengadilan militer," kata Asep, di Jakarta, Selasa.

Namun Asep belum bisa merinci lima pendaftar CHA yang memiliki latar belakang pengadilan militer tersebut.

Sebelumnya Mahkamah Agung (MA) sangat menyayangkan pada selesksi hakim agung sebelumnya tidak ada hakim agung yang memiliki latar belakang pengadilan militer.

MA mengungkapkan bahwa kebutuhan hakim agung militer sangat mendesak karena hanya memiliki dua hakim agung militer, sehingga tidak memenuhi satu majelis yang harus tiga orang.

Pada akhir tahun ini, MA kembali mengajukan permohonan seleksi hakim agung ke KY terkait lima hakim agung yang akan pensiun di 2012.

Lima hakim agung yang akan pensiun hingga Mei 2012 yaitu Harifin A Tumpa, Prof Mieke Komar, Atja Sondjaja, Imam Harjadi, dan Dirwoto.

Untuk itu dalam seleksi hakim agung ini, MA minta dua hakim agung perdata, dua hakim agung pidana, dan satu hakim agung militer.

Terkait permintaan MA ini, Asep menegaskan bahwa KY akan selalu

mempertimbangkan permintaan Mahkamah Agung terkait kebutuhan hakim agung yang akan bertugas dalam "Kamar Militer".

"Namun KY juga tetap mempertimbangkan kualitas dan integritas dari pendaftar tersebut," katanya.

Dalam seleksi CHA yang dibuka pada 1-21 Desember 2011, Asep mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima 108 pendaftar, yakni 61 pendaftar dari jalur non karir dan 47 pendaftar dari jalur non karir.

"Ini jumlah pendaftar terbanyak, walaupun kebutuhannya hanya lima hakim agung,"

kata Asep.

Dia juga mengungkapkan bahwa pendaftar dari jalur karir sebagian besar didaftarkan langsung oleh pengadilan tinggi, tidak seperti sebelumnya yang dipusatkan oleh MA.

Asep juga mengungkapkan bahwa ada lima hakim karir yang mendaftar melalui jalur non karir.

"Ada lima hakim dari pengadilan negeri yang mendaftar melalui jalur non karir," katanya.

Catatan Akhir Tahun - KY Terima 1.658 Laporan Terkait Perilaku Hakim

Jakarta (ANTARA) - Komisi Yudisial selama Januari hingga 15 Desember 2011, menerima 1.658 laporan masyarakat di luar surat tembusan sebanyak 1.556 laporan, terkait perilaku hakim.

Juru Bicara KY Asep Rahmat Fajar, di Jakarta, Selasa, mengatakan dari 1.658 laporan masyarakat tersebut sebanyak 718 sudah diregistrasi dan 904 belum diregistrasi.

"Laporan yang belum diregistrasi ini karena datanya belum lengkap," kata Asep.

Dia mengungkapkan bahwa dari laporan yang diregistrasi ini hanya 351 laporan ditindaklanjuti KY, sedangkan sisanya 367 laporan tidak dapat ditindaklanjuti.

Juru bicara KY ini menyebut laporan yang tidak dilanjuti ini, diantaranya bukan wewenang KY, tidak ada bukti yang mendukung.

Dalam menangani laporan yang dapat dtindaklanjuti ini, KY telah melakukan empat klasifikasi, yakni 42 laporan ditindaklanjuti sampai dengan pemeriksaan hakim, 91 laporan hanya sampai pemeriksaan pelapor atau saksi, 169 laporan ditindaklanjuti permintaan klarifikasi dan meneruskan ke instansi lain, 49 laporan minta alat bukti,

investigasi, diteruskan ke MA.

Dari uraian tersebut, kata Asep, pihaknya selama 2011 ini telah memanggil 75 hakim dan 189 pelapor atau saksi.

"Namun dari 75 hakim yang dipanggil, hanya 71 hakim yang menghadiri pemeriksaan," kata Asep.

Asep melanjutkan, dari 71 hakim yang telah dimintai keterangan, akhirnya KY merekomendasikan pada 15 hakim untuk diberi sanksi.

Rincian rekomendasi KY ke Mahkamah Agung adalah delapan hakim direkomendasikan diberi sanksi tertulis, lima hakim direkomendasikan diberhentikan

sementara, satu hakim diberhentikan tetap, dan satu hakim direkomendasikan sanksi sedang.

Asep mengatakan, seluruh rekomendasi tersebut telah ada dua hakim yang dimajukan ke Majelis Kehormatan Hakim, yakni Hakim Edy dari Pengadilan Negeri Mataram dan hakim Dwi Djanuanto dari Pengadilan Negeri Jogjakarta.

Hakim Edy diputus non palu selama dua tahun tanpa remunerasi karena terbukti melakukan perbuatan tercela menerima sejumlah uang dari pihak berpekara saat bertugas di Pengadilan Negeri Dumai.

Sedangkan Hakim Dwi Djanuanto diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatan hakim karena terbukti meminta imbalan ke pihak berpekara serta berbuat asusila.

Asep juga mengatakan bahwa sebenarnya masih ada satu hakim lagi yang akan diajukan ke MKH pada akhir tahun ini, namun diundur pada awal tahun depan.

Jumat, 16 Desember 2011

PNS Muda Punya Tabungan Fantastis, Kinerja Inspektorat Dipertanyakan

Jakarta – Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) membeberkan data mengenai banyaknya PNS muda yang kaya dan memiliki tabungan fantastis. Ada dugaan mereka terindikasi korupsi. Data ini otomatis mempertanyakan kinerja inspektorat dalam mengawasi para PNS.

“Itu sangat tidak wajar, karena penghasilan seorang PNS itu bisa diukur. Tidak mungkin mereka memiliki tabungan di atas rata-rata,” kata koordinator Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), Jamil Mubarok kepada detikcom, Selasa (6/12/2011).

Jamil menduga, pundi-pundi kekayaan itu berhasil dikumpulkan para PNS muda proyek-proyek di luar kerja mereka. Ini terjadi karena kurangnya fungsi pengawasan di suatu instansi yaitu bagian Inspektorat. Padahal, inspektorat harusnya bisa menyelidiki rekening milik PNS-nya yang baru bekerja beberapa bulan namun sudah berpenampilan mewah.

“Melihat apa yang disampaikan PPATK itu, tentu sudah bisa kita simpulkan bahwa inspektorat yang berfungsi sebagai pengawasan tidak bekerja maksimal. Harusnya inspektorat turun begitu melihat ada PNS muda yang tidak wajar,” tambahnya.

Sebenarnya, lanjut Jamil, data yang disampaikan PPATK ini sangat memalukan dan mencoreng lembaga-lembaga pemerintah khususnya kementerian. Sebab, harusnya masalah PNS muda yang hidup mewah bisa diselesaikan di tingkat instantsi.

“Tapi ini malah sampai ke PPATK, ini kan menambah pekerjaan mereka,” kritiknya.

Ia menyarankan, pimpinan tertinggi di instansi itu juga turut peduli dengan kehidupan para pegawainya. Pimpinan diharapkan tidak hanya merencanakan dan menjalankan segudang program tapi lupa melakukan pengawasan pada internalnya.

“Pimpinan institusi birokrasi jangan hanya bekerja menjalankan program saja tapi juga harus memperhatikan sepak terjang anak buahnya, dari level tinggi ke rendah,” jelas Jamil.

Dia juga mengkritisi buruknya gaya hidup para PNS tidak lepas dari sistem penerimaan yang bermasalah. Akibatnya, para PNS bahkan CPNS berprilaku korup.

“Selain itu yang paling mendasar adalah perlu adanya evaluasi besar saat proses penyeleksiaan para PNS. Tahap pendidikan dan pelatihan bagi para CPNS juga dipertajam. Karena kita lihat kenyataannya yang sekarang ini proses pengawasan itu tidak berjalan sehingga etika dan moral tidak terjunjung tinggi,” tutupnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua PPATK Agus Santoso mengatakan, banyak PNS muda berusia 28 tahun yang terindikasi korupsi. Modusnya unik, bersama sang isteri anak muda ini secara aktif mencoba menyamarkan dan menyembunyikan harta yang didapat secara haram.

“Ada 50% PNS muda kaya yang terindikasi korupsi. Perilaku koruptif para pejabat muda usia ini berdasarkan hasil analisis PPATK yang sebetulnya sudah lama dilakukan,” kata Agus.

Adapun indikator kaya menurut Agus adalah bergaya hidup mewah, mempunyai barang mewah, kemudian dari jumlah rekening yang tidak wajar.

Sumber: Detikcom – Selasa, 06/12/2011

-

Peta Masalah Pengadilan Pajak (2010)

Posisi Kementerian Keuangan sebagai pintu keluar masuknya anggaran negara memiliki peran yang strategis sebagai katalisator keberhasilan reformasi birokrasi. Ironisnya, justru berbagai kasus korupsi yang terungkap belakangan ini bersumber dari instansi tersebut, terutama dari Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai. Dari sekian banyak kasus yang muncul terkait dengan perpajakan, lembaga yang turut menjadi sorotan publik adalah Pengadilan Pajak yang dinilai tidak independen karena berada di bawah dua atap.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, pembinaan teknis peradilan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung, namun pembinaan organisasi, administrasi dan keuangannya masih dilakukan oleh Kementerian Keuangan. Keadaan ini menjadi salah satu sebab yang menghambat independensi para hakim untuk dapat memutus sengketa pajak dengan adil. Mahkamah Agung sendiri gamang dalam melaksanakan fungsi pembinaan dan pengawasannya.

Berdasarkan pemetaan masalah Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) yang dihasilkan melalui serangkaian wawancara, focus group discussion dan observasi, terdapat beberapa permasalahan terkait aspek regulasi, organisasi, sumber daya manusia, dan pengawasan di pengadilan pajak. Permasalahan aspek regulasi meliputi inkonsistensi, multitafsir dan overlapping peraturan. Pada aspek organisasi, keberadaan pengadilan pajak yang bernaung dibawah Mahkamah Agung sekaligus Kemenkeu menjadikan lembaga tersebut tidak independen. Sementara itu permasalahan aspek SDM meliputi rendahnya kualitas dan kuantititas hakim disamping sistem rekrutmen hakim yang tidak transparan. Adapun permasalahan aspek pengawasan meliputi tingginya potensi konflik kepentingan antara hakim-wajib pajak-fiskus, tidak efektifnya sistem pengawasan dari level pemeriksaan, pengajuan keberatan/banding sampai dengan eksekusi putusan, termasuk belum terbentuknya majelis kehormatan pengadilan pajak.

Berdasarkan hasil pemetaan masalah tersebut, MTI mencoba meramu beberapa rekomendasi kebijakan terkait masing-masing aspek yang telah dikemukakan diatas. Selanjutnya akan disusun naskah akademik dan advokasi kebijakan dalam rangka memperbaiki tata kelola pengadilan pajak.

Jamil Mubarok: Hakim Peminta Striptease Tunjukkan Pengawasan MA Longgar

Jakarta – Hakim Dwi Djanuanto dipecat Majelis Kehormatan Hakim (MKH) karena terbukti meminta penari telanjang dan tiket pesawat kepada pihak berperkara. Munculnya kasus ini menunjukkan pengawasan Mahkamah Agung (MA) yang longgar.

“Ini harus ada sikap tegas. Aturan sudah ada, tetapi harus dijalankan secara tegas, tidak ada toleransi lagi. MA seharusnya sudah punya deteksi dini. Adanya kasus ini menunjukkan longgarnya pengawasan MA terhadap hakim,” kata peneliti dari Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) Jamil Mubarok.

Berikut ini wawancara detikcom dengan Jamil, Kamis (24/11/2011):

Hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta Dwi Djanuanto terbukti meminta penari telanjang dan tiket pesawat kepada pihak berperkara. Hakim Mahkamah Syariah Tapaktuan Provinsi Aceh Dainuri juga terbukti melakukan perbuatan asusila. Apa pandangan MTI terhadap kasus ini?

Ini cerminan dari masih belum bermartabatnya hakim di Indonesia. Kemudian dengan perilaku ini kehormatan hakim akhirnya tidak ada, hilang. Dari dua kasus ini harus jadi pembelajaran penting Mahkamah Agung (MA) dalam menegakkan moral dan etika di antara hakim.

Pentingnya intensifikasi pengawasan pada perilaku hakim dari internal MA agar tidak terulang kembali. Ini sangat memalukan wajah hukum Indonesia. Perilaku hakim seperti itu langsung atau tidak langsung berpengaruh pada pengambilan keputusan. Hakim menjadi tidak kredibel, langsung atau tidak bisa berpengaruh pada kualitas keputusan. Karena putusan adalah cerminan perilaku hakimnya juga.

Bisa berimbas pada munculnya ketidakpercayaan masyarakat pada penegak hukum?

Totalitas reformasi penegak hukum masih jauh dari harapan masyarakat, dengan contoh saat ini, seharusnya pada stakeholder, Ketua MA, pimpinan Kejaksan dan Kapolri. Ini realita yang menyedihkan, menyakitkan. Jadinya tidak sesuai dengan arah pembaruan hukum di Indonesia.

Ini harus ada sikap tegas. Aturan sudah ada, tetapi harus dijalankan secara tegas, tidak ada toleransi lagi. MA seharusnya sudah punya deteksi dini. Adanya kasus ini menunjukkan longgarnya pengawasan MA terhadap hakim.

Majelis Kehormatan Hakim sudah memecat hakim tersebut. Ini keputusan tepat?

Saya berharap tidak sebatas divonis di MKH saja. Kalau memang ada tindak pidananya, meski tindak pidana ringan, maka harus berlanjut proses hukumnya. Jangan berhenti di pemecatan.

Dia harus hadapi proses hukum juga. Satu sisi MA memang sudah membuat suatu tindakan yang baik, yakni dengan membuat MKH bersama Komisi Yudisial (KY). Tindakan itu harus inward looking, koreksi diri.

Jadi ke depan apa yang harus dilakukan?

Pengawasan terhadap hakim jangan mutlak di pengawasan eksternal di KY atau publik secara luas. Melainkan harus ada pengawasan internal. Saya kira kalau ini terjadi berulang harus ada evaluasi besar terhadap proses pembinaan terhadap hakim.

Belum lama ini jaksa di Kejaksaan Negeri Cibinong tertangkap tangan KPK karena menerima menerima uang suap Rp 99 juta. Ada pula kasus jaksa menghamili tahanan di Lamongan. Ini menunjukkan apa?

Ini menunjukkan reformasi kejaksaan masih belum memenuhi hasil signifikan, belum komprehensif. Padahal kasus jaksa tertangkap tangan kan sebelumnya sudah pernah terjadi. Ini sekaligus juga merupakan desakan terhadap jaksa untuk mengubah perilakunya. Penangkapan itu hanya sebagian kecil shock therapy. Jaksa juga harus buat sistem ketat agar para jaksa tidak bisa komunikasi langung dengan pihak berperkara.

Pembenahan apa yang harus dilakukan?

Soal jaksa yang tertangkap tangan ini harus dipertanyakan ke Kejari Cibinong, kenapa mereka justru ditangkap tangan oleh KPK? Seharusnya mereka bisa ditindak oleh jaksa pengawas, karena itu memang tugas jaksa pengawas.

Saya kira ini terjadi karena fungsi pengawasan di level kejari tidak berjalan sama sekali. Pembenahan pengawasan internal ini menjadi PR terbesar kejaksaan dan masyarakat untuk mengawasi Kejagung. (vit/nwk)

Sumber: Detikcom – Kamis, 24/11/2011

Anggaran MA Terbatas
Usulan Pembentukan PHI di Batam Masih Dipertimbangkan
Jum'at, 16-12-2011 | 14:32 WIB

Ketua Mahkamah Agung RI, Arifin A Tumpak saat peresmian PTUN Kepri, Jum'at(16/12/2011). Foto:Roni/batamtoday

BATAM, batamtoday - Pembentukan Pengadilan di wilayah Propinsi dan Kabupaten/Kota seluruh Indonesia masih belum dapat direalisasikan seluruhnya. Pasalnya anggaran yang diberikan ke Mahkamah Agung (MA) cukup terbatas. Dalam lima tahun, anggaran sebesar Rp5 triliun untuk pembangunan peradilan termasuk gaji pegawai.

"Pembentukan Pengdilan terkendala anggaran Mahkamah Agung yang hanya sebesar Rp5 triliun untuk lima tahun," kata Ketua Mahkamah Agung RI, Arifin A Tumpak, saat peresmian PTUN Kepri di Batam, Jum'at (16/12/2011).

Dari anggaran tersebut, lanjut Tumpa, masih terbagi untuk gaji pegawai sebesar 60-65 persen. Sedangkan sebanyak 30-35 persennya lahi untuk biaya operasional termasuk pembentukan pengadilan di seluruh Indonesia.

"Makanya kita akan bentuk pengadilan secara bertahap disesuaikan dengan anggaran dan tingkat kebutuhannya," terang Arifin.

Pada kesempatan tersebut, MA juga mempertimbangkan usulan Gubernur Kepri dan Walikota Batam untuk pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) di Kota Batam. Sebab, Kota Batam sebagai daerah Industri, yang sangat rentan persoalan perselisihan hubungan Industri, belum memiliki PHI.

"Sangat memungkinkan adanya PHI di Kota Batam, nanti akan dipertimbangkan," ujarnya.

(Roni Ginting/Mg)

Selasa, 29 November 2011

Jangan habiskan uang negara jelang akhir tahun

Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPR RI, Marzuki Alie menghimbau kepada kementerian atau lembaga untuk tidak menghabiskan APBN hanya untuk mengejar prosentase realisasi anggaran dengan melakukan rekayasa penggunaan anggaran.

"Kebiasaan mengadakan berbagai seminar, lokakarya, rapat yang diada-adakan hanya sekedar untuk menghabiskan anggaran adalah tidak baik. Kebiasaan ini juga dilakukan pemerintah daerah dan juga oleh DPRDnya," kata Marzuki di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin.

Semua pihak, kata dia, diharapkan dapat melaksanakan instruksi presiden tentang penghematan anggaran.

"Negara masih banyak memerlukan banyak dana untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, kualitas pendidikan, kesehatan dan program-program ekonomi pro rakyat," tegasnya.

Marzuki menambahkan, upaya-upaya menghabiskan anggaran tanpa tujuan yang jelas seperti ini tidak boleh lagi dilanjutkan.

"Saya banyak mendapatkan laporan masyarakat bagaimana kementerian dan lembaga menggunakan uang rakyat tanpa tujuan yang jelas. Kalau memang mau mencarikan uang tambahan buat karyawan bukan begitu caranya," imbuhnya.

Namun Marzuki enggan menyebut kementerian mana saja yang melakukan hal itu. Dirinya hanya mengatakan bahwa hal itu banyak yang terjadi.

"Kalau memang hal penting dan tidak bisa tidak diadakan sih, boleh-boleh saja. Cuma jangan dibuat mengada-ada. Saya sendiri telah mencek kebenaran informasi itu. Coba dicek saja sendiri bagaimana hotel-hotel dipenuhi kegiatan pemerintah maupun lembaga negara lainnya. Kawasan Puncak itu contohnya penuh semua hotelnya," tegas Marzuki.

Selasa, 22 November 2011

Langgar Kode Etik, 2 Hakim Dipecat

VIVAnews - Majelis Kehormatan Hakim Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap terhadap dua orang hakim. Mereka dinyatakan terbukti melakukan perbuatan melanggar kode etik dan profesi hakim.

Kedua orang hakim tersebut yakni Dwi Djanuwanto, Hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta, dan Dainuri, Hakim Mahkamah Syariah Tapaktuan, Aceh.

Dwi diputus pemberhentian tidak hormat. Sementara Dainuri, diberhentikan secara hormat.

Putusan yang dikeluarkan oleh Majelis Kehormatan Hakim ini merupakan putusan tingkat terakhir dan bersifat mengikat. Menurut Ketua Majelis perkara Dwi, Abbas Said, Dwi terbukti melanggar kode etik karena meminta dan menerima tiket pesawat dari keluarga dan kuasa hukum terdakwa kasus dugaan korupsi jalan di Kupang, Muhammad Ali Arifin.

"Keterangan saksi-saksi, fotokopi tiket pesawat dan kuitansi pembelian tiket ditandatangani oleh hakim terlapor," ujar Abbas, di Gedung MA, Jakarta, Selasa 22 November 2011.

Bukti lainnya, adalah adanya pesan singkat yang dikirimkan oleh Dwi ke Kuasa Hukum Muhammad Ali Arifin, Petrus Balaitona, yang isinya meminta dihadirkan penari telanjang.

Pertimbangan yang lain, Dwi sudah pernah dijatuhkan sanksi sebelumnya oleh MA saat ia menjadi Hakim di PN Surabaya.

Sementara, Ketua Majelis perkara Dainuti, Imam Soebechi, menilai Dainuri telah bersalah melanggar kode etik perilaku hakim, yaitu menyempurnakan surat laporan pihak yang perkaranya ia tangani.

"Dalam sidang Majelis Kehormatan, hakim terlapor telah mengakui perbuatannya, menyempurnakan surat laporan."

Imam menjelaskan bahwa, Dainuri menjadi anggota hakim perkara Evi Kuswari yang menggugat cerai suaminya. Namun, lanjutnya, hakim terlapor bermesraan dan menggosok punggung Evi yang telanjang bulat di suatu hotel.

Sabtu, 19 November 2011

Vonis Bebas Hakim Tipikor di Daerah KY: Ada Pelanggaran Kode Etik Hakim

Jpnn
JAKARTA
– Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY) Imam Ansyori Saleh mengisyaratkan tim menemukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim yang dilakukan majelis hakim Satono dan Andy Achmad Sampurna Jaya.

"Belum bisa dipublikasikan (hasil pemeriksaan) karena masih memerlukan telaah lebih lanjut. Yang jelas ada temuan yang signifikan, yang bisa ditindaklanjuti," kata dia kepada Radar Lampung di Jakarta, Jumat (18/11).

Imam membenarkan pihaknya sudah mengirimkan tiga staf ahli untuk melakukan pemeriksaan bersama Mahkamah Agung (MA). "Selain itu, kami juga memerlukan proses anotasi berdasarkan analisis komprehensif dari berbagai data yang telah didapatkan selama pemeriksaan. Setelah itu akan dibahas dalam rapat panel para komisioner KY untuk diketahui indikasi pelanggarannya. Jadi perlu waktu," ujarnya.

Imam juga membantah kalau empat hakim tersebut tidak kooperatif sehingga KY dan MA harus turun ke Lampung untuk melakukan pemeriksaan. Menurutnya, pemeriksaan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang hanyalah pemeriksaan awal, termasuk juga ada saksi-saksi yang diperiksa.

Namun lagi-lagi, Imam enggan menyebutkan siapa saksi-saksi yang diperiksa itu dengan alasan belum mendapat laporan dari tim pemeriksa. "Ya mereka (empat hakim) ada kesibukan sidang juga. Kita juga perlu tanya saksi-saksi selain hakim. Tetapi nanti (pemeriksaan) lanjutannya akan dipanggil ke Jakarta," paparnya.

Kapan KY akan gelar pemeriksaan di Jakarta" Imam belum dapat menentukan waktunya. "Ya akan kita sesuaikan waktu antara pemeriksa dan yang akan diperiksa. Jadi belum ditentukan. Saya juga belum terima info dari staf ahli soal siapa-siapa saksi yang sudah diperiksa," tandas dia.
Terpisah, Wakil Ketua MA Bidang Nonyudisial Ahmad Kamil mengaku belum menerima laporan hasil pemeriksaan tim pengawas.

"Kalau pemeriksaannya sudah, tetapi saya belum terima laporan hasilnya," kata dia saat ditemui usai salat Jumat di gedung MA.

Diketahui, vonis bebas terhadap dua terdakwa dugaan tindak pidana korupsi (tipikor), yakni Bupati Lampung Timur nonaktif Satono dan mantan Bupati Lampung Tengah Andy Achmad, berbuntut.

Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial sejak Senin (14/11) menurunkan tim ke Lampung untuk memeriksa empat hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang.

Pemeriksaan terhadap Andreas Suharto, Ida Ratnawati, Itong Isnaeni Hidayat, dan Ronald Salnofry Bya itu dilakukan dua lembaga yudikatif tersebut secara maraton dan baru selesai Rabu (16/11) lalu.

KY mencecar empat pengadil ini satu hari saja selama enam jam lebih, sejak pukul 10.00-16.30 WIB. Pada hari kedua dan ketiga, giliran MA. Pemeriksaan berlangsung di aula dan ruang rapat Pengadilan Tinggi (PT) Tanjungkarang. (kyd/c1/ary)

Tipikor Daerah Disesalkan, 60 Hakim Belum Terima Gaji

JAKARTA - Majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Daerah tak hanya menjadi sorotan dalam kaitan pemberian putusan bebas kepada para terdakwa korupsi. Tetapi, juga menjadi perhatian terkait gaji para hakim yang bertugas mengadili para koruptor daerah itu. Pasalnya, sebanyak 60 hakim tipikor daerah belum menerima gaji.

Diungkapkan Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY), Imam Anshori Saleh, fenomena macetnya gaji bagi 60 hakim itu cukup disayangkan. Sebab, masalah gaji adalah persoalan kemanusiaan selain memang sudah diatur didalam Undang-Undang (UU). Karena itu, pihaknya akan pihaknya berinisiatif untuk membahas masalah itu dengan Pimpinan Mahkamah Agung (MA).

"Kami sudah ajukan surat untuk bertemu dengan pimpinan MA untuk membicarakan masalah itu (gaji). Masak sudah bekerja tidak digaji, kasus itu (gaji macet) yang pernah terjadi di Surabaya dan Semarang beberapa bulan yang lalu itu terulang kembali," katanya, di Gedung KY.

Menurutnya, selain perintah Undang-Undang (UU), masalah gaji merupakan masalah pokok yang bisa saja mempengaruhi kinerja para hakin itu. Karenanya, pihaknya mengimbau MA segera menyelesaikan masalah ini karena agar tidak mempengaruhi kinerja hakim pengadilan tipikor daerah yang belakangan menjadi sorotan publik, terutama terkait putusan bebas yang dijatuhkan kepada. sejumlah terdakwa kasus korupsi.

"Ini mencerminkan bagaimana amburadulnya perencanaan pemerintah dalam penganggaran dan pelaksanaannya. Jangan sampai masalah seperti ini menjadi salah satu faktor buruknya kinerja hakim tipikor daerah. Lha bagaimana bisa bekerja dengan baik kalau dapur tidak menyala? Kata hadits Nabi, bayarlah karyawan sebelum keringatnya kering," tandas Imam.

Imam membeberkan, saat ini total hakim Tipikor di seluruh Indonesia berjumlah sekitar 260 hakim. Setiap hakim tipikor mendapat gaji sekitar Rp 16 juta per bulan untuk di pengadilan tinggi, sedangkan untuk hakim tipikor di tingkat pertama mendapat gaji sekitar Rp13 juta per bulan plus fasilitas rumah dinas masing-masing hakim.

Sementara itu. Ketua MA Harifin Andi Tumpa mengakui bahwa para hakim pengadilan tipikor daerah tersebut belum menerima gaji. Rata-rata para hakim yang sudah bekerja sejak awal Oktober lalu. "Sebenarnya, untuk masalah itu kami sudah mengajukan anggaran tambahan ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebagai konsekuensi dari rekrutmen hakim ad hoc Pengadilan Tipikor. Hanya saja, belum bisa dicairkan karena terkendala syarat administrasi," katanya, usai acara penandatanganan MoU dengan MA Sudan di Gedung MA.

Harifin menjelaskan, telatnya pembayaran gaji tersebut bisa jadi karena hakim yang bersangkutan belum melapor ke pengadilan negeri setempat untuk dicatat atau mungkin juga karena ada hakim yang bersangkutan belum menyidangkan perkara korupsi dan diam saja. ”Karena, semestinya gaji sudah bisa dicairkan sejak mereka diangkat dan disumpah,” bebernya.

Namun, pihaknya mengakui sampai saat ini belum pernah mendengar ada keluhan langsung dari hakim-hakim itu. Ia memperkirakan, para hakim tersebut sudah bisa mendapatkan hak mereka paling lambat akhir tahun ini. "Kita usahakan paling lambat akhir tahun sudah cair, karena kalau tidak juga dicairkan kami juga khawatir anggaran untuk gaji tersebut malah hangus," imbuhnya.(ris)

Kamis, 17 November 2011

Memberantas Korupsi (dari) Diri Para Penegak Hukum

Albert Aries - detikNews

Jakarta - Penegakan hukum di negeri ini khususnya pemberantasan korupsi dinilai semakin 'jauh panggang dari api'. Bayangkan saja, di tengah-tengah gerakan yang menyuarakan pemberantasan korupsi yang didukung juga oleh banyaknya peraturan yang mendukung upaya pemberantasan korupsi, justru saat ini korupsi semakin menjadi-jadi.

Ketika penulis berbincang-bincang langsung dengan salah seorang anak kandung dari legenda advokat Indonesia yang juga triple minority (keturunan Chinese, Kristen dan jujur), yaitu almarhum Yap Thiam Hien, maka penulis mendapat satu kesimpulan bahwa korupsi memang sudah ada sejak dulu. Namun kondisi saat ini sudah jauh berbeda, dan bahkan jauh lebih parah daripada masa Orde Baru. Sampai-sampai beliau menyatakan, "Jika papi (Yap Thiam Hien) masih hidup saat ini, mungkin dia akan sangat frustasi dengan penegakan hukum di negeri ini."

Nampaknya benar adanya, tolak ukur kesuksesan pemberantasan korupsi tidaklah ditentukan dari seberapa banyaknya program pemerintah untuk pemberantasan korupsi atau pun seberapa bagusnya mutu peraturan yang mengatur pemberantasan korupsi tersebut, melainkan sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Profesor Taverne:

"Berikanlah aku hakim yang baik, (jaksa yang baik), (polisi yang baik), (dan pengacara yang baik), maka dengan undang-undang yang kurang baik sekalipun, hasil yang dicapai pasti akan lebih baik."

Idealnya, pemberantasan korupsi tersebut harus dimulai dari diri para penegak hukum itu sendiri. Sebab apalagi yang dapat kita harapkan jika para penegak hukum sendirilah yang melakukan dan membudayakan korupsi.

Memberantas korupsi yang dimulai diri para penegak hukum sendiri memang bukanlah suatu hal yang mudah dan terkesan abstrak, tentunya hal ini kembali lagi berbicara soal nilai-nilai kesederhanaan, hati nurani dan integritas dalam menjalankan hidup yang seringkali banyak menemui pilihan-pilihan untuk berbuat yang benar atau tidak benar. Penulis ingat betul cerita luar biasa yang menginspirasi dari salah satu mantan Kepala Kejaksaan Negeri Manado, yang saat ini merupakan salah satu pakar hukum pidana, Prof Andi Hamzah, SH, yang mana pada saat itu istri beliau sampai menggadaikan perhiasannya untuk memenuhi biaya hidup, tanpa harus menyalahgunakan wewenang suaminya sebagai penegak hukum.

Mungkin di antara kita juga pernah mendengar kisah Yudas Iskaryot yang tega menjual gurunya sendiri hanya demi 30 keping perak, itulah akar dari segala kejahatan termasuk dari tindak pidana korupsi yaitu 'cinta akan uang'. Memang tak dapat dipungkiri, semua manusia membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup dan keluarganya, namun saat manusia mulai mencintai uang dan tidak pernah puas dengan apa yang didapatnya, disinilah terjadinya distorsi dan penyimpangan iman dan jiwa manusia tersebut, sehingga melakukan korupsi.

Indonesia sangatlah membutuhkan para penegak hukum, yaitu hakim, jaksa, polisi dan pengacara yang priceless, yang saking mahalnya sampai 'tidak dapat dibeli' dengan nominal berapa pun untuk menyelewengkan keilmuan, keimanan dan kebenaran sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Inilah kunci utama dari pemberantasan korupsi, yaitu memberantas korupsi dari diri sendiri.

Merupakan suatu rahasia umum bahwa di kalangan para penegak hukum non-advokat memiliki gaji yang dirasa kurang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun kurang cukupnya gaji tersebut terkesan tidak menjadi suatu kegelisahan yang berarti, karena terdengar kabar yang kurang enak didengar bahwa selain mendapat gaji, ternyata oknum para penegak hukum juga dapat mempunyai 'penghasilan' lain dengan jalan melakukan korupsi.

Dengan menampuk kekuasaan dalam penegakan hukum, di sinilah letak penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) oleh oknum para penegak hukum itu terjadi. Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Lord Acton, yaitu "Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely." (Kekuasaan cenderung untuk korupsi, kekuasaan mutlak pasti korupsi).

Di sisi yang lain, juga beredar suatu paradigma yang kurang tepat dengan mengukur kesuksesan seorang pengacara (advokat) yang juga merupakan salah satu Penegak Hukum, dengan hanya melihat dari sisi kekayaan atau kemewahan dari seorang pengacara tersebut. Bayangkan saja jika kita menengok ke kampus dan membuat survei, hampir sebagian besar mahasiswa Fakultas Hukum memilih profesi pengacara dengan harapan suatu saat nanti akan menjadi kaya raya.

Di sinilah kesenjangan sosial dan ekonomi terjadi, manakala seorang pengacara yang berdasarkan 'kelasnya' dapat menentukan besaran fee dalam suatu perkara, sedangkan polisi, jaksa dan hakim hanya menerima gaji saja, padahal kekuasaan para penegak hukum non-advokat tersebut untuk menentukan nasib dari klien pengacara tersebut adalah sangat besar.

Untuk itu, di samping perlunya penumbuhan kesadaran pribadi dari para penegak hukum untuk memberantas korupsi (dari) diri mereka sendiri, tentunya Pemerintah harus mengkaji ulang peningkatan kesejahteraan dari para penegak hukum non-advokat ke arah yang lebih baik, manusiawi dan lebih sejahtera, sehingga dapat meminimalisir penyalahgunaan wewenang karena alasan kebutuhan hidup. Tentunya tanpa melupakan pentingnya proses perekrutan para penegak hukum dengan memperhatikan moral maupun kemampuannya.

Nilai-nilai kesederhanaan, hati nurani dan integritas adalah modal utama dari upaya memberantas korupsi dari diri para penegak hukum sendiri, sebagaimana yang pernah disampaikan oleh Nabi Sulaiman, "lebih baik penghasilan sedikit disertai dengan kebenaran daripada penghasilan banyak tanpa keadilan."

Fiat Justitia Ne Pereat Mundus, tegakanlah hukum supaya dunia tidak runtuh.

Sabtu, 12 November 2011

Golkar Ingin Bambang Widjodjanto Jadi Ketua KPK

NILAH.COM, Jakarta - Partai Golkar tidak sekedar menginginkan Bambang Widjojanto masuk sebagai pimpinan KPK periode 2011-2014. Golkar ingin Bambang menjadi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Saya berdoa supaya dia (Bambang Widjojanto, red) menjadi Ketua KPK," ujar Ketua DPP Bidang Hukum Partai Golkar Muladi di kantor DPP Golkar, Jakarta, Jumat (11/11/2011).

Proses seleksi pimpinan KPK oleh Komisi III DPR akan dilakukan pada 21 November 2011. Mereka akan menjalani uji kelayakan dan kepatutan, dan akan dipilih empat calon pimpinan dari delapan nama yang ada.

Dalam proses seleksi ini, Komisi III DPR menyatakan bahwa Ketua KPK Busyro Muqoddas tidak otomatis menjadi Ketua KPK. Jika nanti Komisi III memilih yang lain, maka Busyro bisa turun tahta.

Menurut Muladi, sosok Bambang cukup mumpuni untuk menggeser Busyro sebagai Ketua KPK. "Saya percaya BW (sapaan Bambang Widjojanto). Pengalaman luas, dia juga tahu HAM," kata Muladi.

Selain itu, BW juga dianggap masih muda. Sehingga energinya jauh lebih segar dibandingkan yang sekarang ini. "Saatnya yang muda memimpin," lanjutnya.

Menurutnya, KPK sekarang perlu diperkuat, apalagi, selama 3 tahun ini, Indeks korupsi di Indonesia bertahan di angka 2,8. Itu sama dengan negara-negara miskin di daratan Afrika. "Selama Indeks korupsi di bawah 5, KPK masih dibutuhkan," tegasnya. [mvi]

Paskah Suzetta Merasa Dipermainkan

INILAH.COM, Jakarta - Paskah Suzetta merasa tak mendapatkan kepastian hukum. Bahkan politisi senior Partai Golkar itu merasa dipermainkan.

Karena itu, Paskah akan mengajukan somasi kepada Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin terkait penangguhan pembebasan bersyarat yang sedianya dilakukan pada 30 Oktober 2011.

"Meski saya yakin tidak mudah untuk merubah keputusan, tapi kita tetap ajukan somasi ke Menkumham," kata Singap Panjaitan, kuasa hukum Paskah, Sabtu (12/11/2011).

Paskah Suzetta batal bebas karena adanya kebijakan pengetatan remisi dan pembebasan bersyarat terhadap koruptor dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

Selain somasi, Paskah tetap teguh akan mengambil langkah hukum lainnya. Sebab pembebasan bersyarat sudah diatur dalam Undang-undang Pemasyarakatan.

"Saya bersama Paskah tengah memikirkan langkah hukum berikutnya. Terlebih lagi selama persidangan, Paskah selalu bersikap sopan dan kooperatif. Dia juga tidak terbukti menikmati hasil pidana," tambah Singap. [mah]

Saatnya Koruptor Dimiskinkan

INILAH.COM, Jakarta - Hukuman mati bagi tindak kejahatan korupsi dinilai kurang tepat. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin justru lebih sepakat jika para koruptor dimiskinan.

Menurutnya, seluruh harta yang dimiliki koruptor harus disita. Selain perampasan harta, juga harus dihadiahi hukuman pidana penjara melebihi umur manusia. Jadi jika ada remisi pun tidak akan mempengaruhi hukumannya.

"Perampasan harta plus 300 tahun penjara, kalau ada remisi pun tidak akan dapat tertolong. Harus keduanya karena dalam keadaan darurat korupsi ini," kata Didi melalui pesan singkatnya, di Jakarta, Jumat (11/11/2011).

Dijelaskan mantan pengacara itu, seluruh harta yang dimiliki pelaku korupsi harus diserahkan kepada negara. "Benar sekali, harta yang terkait korupsi dan uang-uangnya plus bunganya," tegasnya ketika ditanya apakah seluruh harta koruptor harus disita negara.

Selain itu, wacana penerapan hukuman tersebut tidak akan mempengaruhi moratorium remisi untuk para koruptor. Pasalnya, hal tersebut masih dalam wacana yang akan dibahas. "Saat ini tentu tidak, karena hal tersebut belum diterapkan," demikian Didi. [mah]

KPK Siap Sadap Hakim Tipikor Daerah

INILAH.COM, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan belum pernah melakukan koordinasi dengan Komisi Yudisial (KY) terkait dengan rencana penyadapan hakim daerah. Namun KPK menyambut baik wacana tersebut.

"Belum, belum ada koordinasi soal itu (penyadapan), kalau sudah ada permintaan tentu akan kami tindaklanjuti," tegasnya, ujar Juru Bicara KPK Johan Budi SP kepada INILAH.COM di Gedung KPK, Jumat (11/11/2011) sore.

Johan mengakui, koordinasi KPK dengan KY memang kerap dilakukan, namun koordinasi berkenaan dengan masalah-masalah lain. Sedangkan soal penyadapan, belum pernah dilakukan. Meski begitu, pihaknya siap menindaklanjuti hal tersebut apabila KY memintanya.

Sebelumnya anggota KY Taufiqurrohman Syahuri di gedung DPD Jakarta mengungkapkan, KY akan melakukan penyadapan terhadap hakim ad hoc pengadilan tipikor. "Kita sudah menjajaki karena UU membolehkan seperti itu. Bahkan penegak hukum wajib memenuhi permintaan KY apabila KY meminta untuk dibantu penyadapan karena UU yang baru sekarang, UU No.18 tahun 2011," kata dia.

Penyadapan, kata Taufiq, nantinya tidak dilakukan terhadap semua hakim Tipikor. Melainkan hakim-hakim tertentu yang diindikasikan melakukan persekongkolan dengan terdakwa. [mvi]

KY Diminta Tak Vulgar Bicara Penyadapan Hakim

INILAH.COM, Jakarta - Komisi Yudisial diminta tidak terang-terangan berbicara mengenai rencana penyadapan hakim ad hoc pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor). Pasalnya, hal itu sudah menyangkut kerja penyidik KPK dan Polri dalam menangani suatu perkara.

"Ya, seharusnya hal itu tidak dibicarakan terang-terangan. Itu sebetulnya tidak patut dipublikasikan," terang Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johan Budi SP kepada INILAH.COM di Gedung KPK, Jl Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (11/11/2011).

Terkait hal ini pula, pihaknya mengungkapkan bahwa KY hingga kini belum pernah berkoordinasi dengan KPK terkait rencana penyadapan bagi hakim ad hoc pengadilan Tipikor. Koordinasi, imbuh Johan, diakuinya memang kerap dilakukan namun menyangkut hal lain. Namun, KPK menyatakan siap menindaklanjuti jika ada permintaan.

Sebelumnya, anggota KY Taufiqurrohman Syahuri di Gedung DPD Jakarta mengungkapkan bahwa pihaknya sudah menjajaki rencana penyadapan hakim ad hoc pengadilan Tipikor. Apalagi Undang-Undang No.18 tahun 2011 memperbolehkan dilakukannya hal tersebut.

"Kita sudah menjajaki karena UU membolehkan seperti itu. Bahkan penegak hukum wajib memenuhi permintaan KY apabila KY meminta untuk dibantu penyadapan,"tegasnya.

Untuk merealisasikan hal itu, KY menurutnya sudah mengadakan komunikasi non formal dengan KPK dan Polri. "Tidak semua hakim nomor teleponnya disadap. Tetapi kalau terindikasi, kita beri data-data itu ke KPK," jelasnya. [mvi]

Andi Arief minta semua jernih memandang kasus Bank Century

Jakarta (ANTARA News) - Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana Alam Andi Arief Andi menyesalkan isu yang menyesatkan bahwa pemerintah Indonesia kalah dalam sengketa arbitrase di forum ICSID (International Centre for the Settlement of Investment Disputed ) melawan Rafat Ali Rizvi.

Rafat Ali adalah salah satu pemilik bank Century bersama Hesyam Al Waraq dan Robert Tantular.

Menurut Andi, ICSID belum menggelar persidangan yang teregistrasi dengan nomor Kasus ARB/11/13 pada nomor urut 118 tersebut.

“Bagaimana bisa Bambang Soesatyo mengatakan pemerintah Indonesia kalah dan keputusan pengadilan Arbitrase Internasional itu mewajibkan pemerintah RI membayar Rp4 triliun kepada Rafat,” ujar Andi Arief di Jakarta akhir pekan ini. Bambang Soesatyo adalah inisiator Pansus Bank Centur dan anggota Tim Pengawas DPR untuk kasus Bank Century.

Andi mengajak semua pihak untuk jernih berpikir mengenai kasus tersebut. Menurut dia, ada pihak yang sengaja mengaburkan persoalan yang sesungguhnya terjadi pada upaya tindakan penyelamatan bank Century.

Dia mengingatkan tentang ketidakterusterangan Muhammad Misbakhun, salah satu inisiator Pansus Bank Century yang punya perusahaan dengan letter of credit bermasalah.

“Kenapa Misbakhun tidak pernah mengungkapkan kepada publik soal LC-nya yang merupakan bagian dari 12 LC bermasalah di Bank Century. Jika tidak kepada publik, ya kepada rekan-rekannya sesama inisiatorlah.Tapi, bisa jadi para inisiator sudah tahu, tapi pura-pura tidak tahu?,” ujar Andi Arief.

Menurut dia, LC PT.Selalang Prima, berdasarkan audit BPK, adalah LC yang bermasalah dan merupakan bagian dari LC lainnya. “Kasus LC-LC ini sebagai salah satu penyebab rontoknya Century, sehingga pemerintah harus melakukan tindakan darurat ditengah krisis perekonomian yang terjadi,” katanya.

“Kenapa perusahaan yang membobol melalui LC tidak tuntas diinvestigasi? Kenapa para pemain valas di Century tidak diungkap dengan rinci? Kenapa dana Antaboga (PT Antaboga Delta Sekuritas) direkomendasikan untuk diganti Century? Padahal ini merupakan dua badan hukum yang berbeda,” tanya Andi Arief.
(A038)

Susno Duadji ajukan kasasi

Jakarta (ANTARA News) - Mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri, Komjen Pol Susno Duadji, akan mengajukan kasasi atas putusan banding yang memperkuat hukuman Susno dengan 3,5 tahun penjara.

"Ya pasti kami akan kasasi," kata kuasa hukum Susno, Zul Armain Aziz, di Jakarta, Jumat.

Zul Armain Aziz mengatakan pihaknya akan mengecek keputusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta tersebut.

Juru bicara PT DKI Jakarta, Ahmad Sobari, di Jakarta, Jumat, membenarkan adanya putusan Nomor 35/PID/TPK/2011/PT.DKI itu yang tertanggal 9 November 2011.

Majelis hakim banding Susno itu dipimpin oleh Roosdarmani dengan anggota Widodo, As`adi Al Ma`ruf, Sudiro, dan Amiek Sumindriyatmi.

Di tingkat pertama, Susno divonis 3,5 tahun penjara dan denda Rp200 juta atau subsider enam bulan kurungan karena dinilai secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi.

Susno menjadi terdakwa dalam dugaan menerima dana sebesar Rp500 juta dalam penanganan kasus PT Salma Arowana Lestari (SAL).

Susno juga menjadi terdakwa dalam dugaan penggelapan dana pemilihan umum kepala daerah (pilkada) Jawa Barat 2008.

Majelis hakim menyatakan terdakwa harus membayar uang pengganti Rp4 miliar dan jika tidak dibayarkan selama satu bulan harus diganti dengan hartanya .

Susno Duadji melanggar Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001.

Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat ke-1 KUHP.

Susno Duadji tetap dihukum 3,5 tahun

Jakarta (ANTARA News) - Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperkuat hukuman terhadap mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri, Komjen Pol Susno Duadji, dengan 3,5 tahun penjara serta denda Rp200 juta atau subsider empat bulan kurungan.

Juru bicara PT DKI Jakarta, Ahmad Sobari, di Jakarta, Jumat, membenarkan adanya putusan Nomor 35/PID/TPK/2011/PT.DKI itu yang tertanggal 9 November 2011.

Majelis hakim banding Susno itu dipimpin oleh Roosdarmani dengan anggota Widodo, As`adi Al Ma`ruf, Sudiro, dan Amiek Sumindriyatmi.

Di tingkat pertama, Susno divonis 3,5 tahun penjara dan denda Rp200 juta atau subsider enam bulan kurungan karena dinilai secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi.

Susno menjadi terdakwa dalam dugaan menerima dana sebesar Rp500 juta dalam penanganan kasus PT Salma Arowana Lestari (SAL).

Serta menjadi terdakwa dalam dugaan penggelapan dana pemilihan umum kepala daerah (pilkada) Jawa Barat 2008.

Majelis hakim menyatakan terdakwa harus membayar uang pengganti Rp4 miliar dan jika tidak dibayarkan selama satu bulan harus diganti dengan hartanya .

Susno Duadji melanggar Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001.

Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat ke-1 KUHP.

Majelis di tingkat pertama berpendapat bahwa tuduhan terhadap Susno menerima dana Rp500 juta untuk penanganan PT SAL, berdasarkan keterangan saksi Sjahril Djohan dan Syamsu Rizal.
(ANT)

Jangan selalu salahkan aparat keamanan

Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso meminta kepada semua pihak jangan selalu menyalahkan aparat keamanan terkait konflik yang terjadi di Papua.

"Namun kalau ada aparat yang bertindak di luar batas atau komando, agar ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang ada," kata Priyo Budi Santoso di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa (8/11).

Priyo menengarai ada ketidakadilan dalam melihat konflik di Papua, yaitu kecenderungan menyalahkan aparat keamanan.

Padahal keberadaan aparat yang bertugas di Papua, kata dia, untuk menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Jangan sedikit-sedikit menyalahkan aparat karena yang menjadi korban penembakan di Papua juga ada dari pihak aparat," katanya.

Ketua DPP Partai Golkar ini menilai langkah aparat yang bertindak tegas menghadapi upaya deklarasi negara Papua Barat sudah benar.

Menurut dia, tindakan sebagian elemen masyarakat untuk mendeklarasikan negara Papua Barat tidak bisa ditolelir.

"Namun, adanya peristiwa tersebut jangan sampai melemahkan niat bangsa Indonesia untuk mendekati Papua dengan hati dan meningkatkan kesejahteran masyarakat setempat," katanya.

Priyo menegaskan, selama ini apa yang dilakukan aparat dalam menjaga keutuhan NKRI tidak mendapat simpati yang adil dari beberapa lembaga, termasuk Komnas HAM.

Pada kesempatan tersebut, Priyo mengimbau semua pihak untuk melihat persoalan Papua secara jernih serta melihat aparat secara adil.

Kalau memang aparat bertindak terlalu jauh dan diduga bersalah, Priyo sepakat agar diperiksa dan diproses sesuai dengan mekanisme yang ada.

"Tapi jangan semua kesalahan dilimpahkan kepada aparat keamanan. Padahal mereka sudah berjuang keras untuk menegakkan merah putih di dadanya," katanya.

Priyo mengingatkan, semua pihak untuk bersikap fair dan hati-hati dalam memberikan rekomendasi.

Nasir: KY harus dilibatkan seleksi hakim

Bandung (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil mengatakan Komisi Yudisial (KY) sebaiknya dilibatkan dalam proses rekrutmen dan mutasi hakim karena disinyalir proses rekrutmen hakim sarat dengan KKN.

Hal ini diungkapkan Nasir saat berbicara dalam acara workshop media yang diselenggarakan Komisi Yudisial (KY) di Bandung, Jumat.

Dia juga mengungkapkan ada oknum hakim yang melakukan perbuatan tercela agar bisa dipromosikan.

"Tapi saya tidak bisa menyebutkan disini, karena bisa ramai," ungkapnya.

Nasir juga mengungkapkan bahwa dalam UU KY yang baru ini lembaga pengawas hakim ini sudah perkuat wewenangnya untuk mengawasi dan memberikan sanksi.

Namun dia mengakui bahwa revisi UU KY ini belum maksimal.

Nasir juga berharap KY tidak hanya fokus pada pengawasan saja, tetapi juga menyoroti tingkat kesejahteraan hakim.

"Kita jangan melulu berbicara sanksi-sanksi. Ini yang harus diperhatikan pembinaan dan peningkatan kesejahteraan hakim,? kata politikus PKS tersebut.

Terhadap hal ini, katanya, KY bisa mengusulkan ke Komisi III agar dibahas bagaimana bisa meningkatkan anggaran bagi kesejahteraan hakim ini.
(T.J008/M009)

Sabtu, 05 November 2011

Di Sela-sela KTT G20, SBY Bertemu Barack Obama

Hery Winarno - detikNews

Jakarta - Selain mengikuti pertemuan G-20 di Cannes, Prancis, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga melakukan pertemuan bilateral dan trilateral. Dalam pertemuan bilateral tersebut SBY bertemu dengan Presiden Meksiko sedangkan pertemuan trilateral SBY bertemu dengan Presiden Komisi Eropa dan Presiden Dewan Eropa.

Selain pertemuan formal, SBY juga menggelar pertemuan informal dengan beberapa kepala negara. Salah satunya presiden Amerika Serikat Barack Obama.

Dari rilis tentang kunjungan presiden kerja ke Prancis, Sabtu (5/11/2011), selain bertemu Barack Obama, SBY juga bertemu kepala pemerintahan India, Jepang, Cina, Korea Selatan dan pejabat yang mewakili kerajaan Arab Saudi.

Tidak dijelaskan apa isi pertemuan antara Presiden SBY dengan Barack Obama tersebut.

SBY berangkat ke Prancis pada 31 Oktober 2011 lalu. Selain menghadiri KTT G20, SBY juga memenuhi undangan Dirjen UNESCO untuk menyampaikan pidato dalam sesi khusus peringatan 10 tahun Deklarasi Universal Keragaman Budaya yang berlangsung di Paris.

Kronologi Penusukan Siswa SMA Pangudi Luhur di Kemang Versi Saksi

Anes Saputra - detikNews

Jakarta - Raafi Aga Winasya Benjamin (17), siswa SMA Pangudi Luhur, tewas ditusuk seorang pria dengan benda tajam di Shy Rooftop di Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (5/11) dini hari. Raafi tewas setelah sebelumnya berkelahi dengan pengunjung lainnya dalam klub malam tersebut.

Berdasarkan keterangan saksi yang juga teman satu sekolah Raafi, Gian, mereka datang ke klub malam tersebut untuk merayakan ulang tahun teman mereka. Namun naas, pesta ulang tahun tersebut harus berakhir dengan kematian Raafi yang mengenaskan.

Berikut kronologi yang disampaikan Gian saat melayat ke rumah duka Raafi di Jl Kemang Timur Raya 69E, Jakarta Selatan, Jakarta, Sabtu (5/11/2011).

Jumat, 4 November pukul 23.00 WIB
Raafi dan 20 temannya merayakan ulang tahun salah seorang teman sekolah di Shy Rooftop di Kemang, Jakarta Selatan, Jumat (4/11). Mereka merayakan pesta tersebut dengan menari dan bernyanyi di klub malam tersebut. Gian mengakui dia dan teman lainnya meminum minuman keras meski tidak sampai mabuk.

Sabtu, 5 November pukul 02.00 WIB
Menjelang pagi, Sabtu (5/11), keributan terjadi antara Raafi dan pengunjung lainnya yang tidak dikenal. Diduga keributan itu terjadi akibat saling senggol saat menari yang berujung baku hantam.

Gian tidak mengetahui Raafi berkelahi dengan siapa. Namun menurutnya ada sekitar 5 hingga 6 orang yang menjadi lawan mereka.

Raafi diduga ditusuk oleh pisau lipat saat terjadi keributan tersebut. Menurut Gian, Raafi ditusuk dibagian perut dekat pusar. Tusukan tersebut diduga juga tembus mengenai hati Raafi.

Gian pun ikut membela Raafi dalam keributan tersebut. Gian mengaku kena jotos tiga kali dibagian kepalanya. Tanpa disadari lengannya pun robek mengeluarkan darah seperti terkena benda tajam.

Pukul 03.00 WIB
Raafi yang penuh lumuran darah di sekujur tubuhnya dibawa ke rumah sakit Siaga Raya, Pasar Minggu, Jaksel, namun nyawanya tidak tertolong. Kemudian jasadnya dibawa ke RSCM untuk diotopsi.

Pukul 09.00 WIB
Jenazah Raafi selesai diotopsi di RSCM. Jenazah kemudian dibawa kerumah duka di Jl Kemang Timur Raya 69E, Jakarta Selatan.

Pukul 11.15 WIB
Sedikitnya 100 pelayat memenuhi rumah besar berlantai dua itu. Kebanyakan dari mereka mengenakan pakaian hitam-hitam sebagai tanda duka cita.

Pukul 12.45 WIB
Jenazah Raafi dimakamkan tidak jauh dari rumahnya yakni di TPU Jeruk Purut, Jakarta Selatan.

Senin, 31 Oktober 2011

Sungai Barito surut, kapal dan tongkang terperangkap

Muara Teweh (ANTARA News) - Air Sungai Barito di Kabupaten Barito Utara dan Murung Raya, Kalimantan Tengah, dalam sepekan terakhir kembali surut mengakibatkan sejumlah kapal dan tongkang bertonase besar tidak bisa berlayar atau terperangkap.

"Dalam sepekan ini angkutan kapal dan tongkang bermuatan batu bara bertonase besar sebelumnya bisa berlayar kini kembali tidak bisa karena sungai surut," kata Kepala unit pelaksana teknis daerah (UPTD) LLASDP pada Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Barito Utara, Nurdin.

Sejumlah kapal tarik atau tunda (tug boat) dan tongkang yang sebelumnya berlayar baik ke hulu maupun hilir pada pekan lalu, saat debit air Sungai Barito naik, kini terpaksa bersandar di beberapa tempat.

Ia mengatakan, ketinggian air Sungai Barito, Senin (31/10) pagi pada skala tinggi air (STA) Muara Teweh di angka 2,00 meter yang artinya menunjukkan angka tidak aman untuk pelayaran kapal bertonase besar.

"Saat ini tongkang bermuatan dan kosong yang bersandar dan kandas di kawasan hutan pinggiran Sungai Barito mencapai puluhan unit milik sejumlah perusahaan tambang," katanya.

Puluhan kapal dan tongkang kosong yang terperangkap, bersandar di antaranya di kawasan Bukau, Kecamatan Teweh Tengah, Kabupaten Barito Utara, atau hulu dan hilir jembatan KH Hasan Basri Muara Teweh serta kawasan lainnya,

"Sejumlah tongkang itu kini terpaksa bersandar sambil menunggu air naik," katanya.

Surutnya air sungai sepanjang 900 kilometer yang berhulu di Kabupaten Murung Raya dan mengalir ke selatan di Kalimantan Selatan itu saat ini sulit diramalkan .

Ia menjelaskan, turunnya debit air di pedalaman Sungai Barito itu karena selama sepekan terakhir tidak turun hujan, kecuali di wilayah hulu yang membuat air sungai kembali naik.

Hakim Tipikor bebaskan empat anggota DPRD Kutai

Samarinda (ANTARA News) - Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Samarinda, Kalimantan Timur, membebaskan empat anggota DPRD Kutai Kartanegara nonaktif melalui sidang putusan kasus dugaan korupsi dana operasional dewan pada 2005 senilai Rp2,6 miliar.

Ketua Majelis Hakim sidang Tipkor, Casmaya, pada pembacaan putusan menyimpulkan, keempat anggota DPRD Kutai Kartanegara nonaktif itu yakni, Suriadi, Suwaji, Sudarto, dan Rusliadi tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi seperti yang didakwakan JPU (Jaksa Penuntut Umum).

"Meski terdakwa telah menerima uang akan tetapi itu bukan merupakan tindak pidana dan lepas dari segala tindakan melawan hukum karena penggunaan uang tersebut berdasarkan Peraturan Bupati (Perbub) No. 180.188/HK-149/2005 tentang Belanja Penunjang Kegiatan Pimpinan dan Anggota DPRD sehingga keempat terdakwa harus segera diebaskan dari jeratan hukum," ungkap Casmaya saat membacakan putusan, Senin.

Berdasarkan putusan tersebut, Majelis Hakim sidang Tipikor meminta JPU segera merehabilitasi nama baik keempat anggota DPRD Kutai Kartanegara nonaktif tersebut.

JPU, Widi Susilo lakan segera mengajukan Kasasi terkait putusan bebas keempat terdakwa.

Belasan kerabat keempat anggota DPRD Kutai Kartanegara nonaktif tersebut langsung meneriakkan takbir setelah mendengar putusan bebas itu.

Suasana haru sidang Tipikor yang dikawal ketat puluhan personil Satuan Samapta Polresta Samarinda terlihat ketika keempat terdakwa bangkit sambil meneriakkan takbir.

Bahkan, salah seorang anggota DPRD Kutai Kartanegara juga terlihat sempat bersujud usai pembacaan vonis.

"Putusan Majelis Hakim ini sudah sesuai dengan fakta hukum sebab klien kami memang menggunakan dana itu berdasarkan Peraturan Bupati yang belum dicabut. Kami sangat bersyukur sebab klien kami dibebaskan dari semua tuntutan," ungkap kuasa hukum keempat anggota DPRD Kutai Kartanegara nonaktif tersebut, Arjunawan ditemui usai persiidangan.

Sidang Tipikor kasus dugaan korupsi dana operasional DPRD Kutai Kartanegara pada 2005 senilai Rp2,6 miliar juga akan digelar pada Selasa (1/11).

Pada sidang dengan agenda pembacaan putusan tersebut, akan menghadirkan tiga terdakwa yakni Ketua DPRD Kutai Kartanegara nonaktif, Salehuddin serta dua anggota DPRD non aktif lainnya, Abubakar Has dan Abdul Sani.

Kasus dugaan korupsi dana operasional ini menyangkut Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 180.188/HK-149/2005 tentang Belanja Penunjang Kegiatan Pimpinan dan Anggota DPRD.

Hal tersebut berdasarkan Rapat Paripurna perubahan APBD Kutai Kartanegara pada 2005 terkait biaya penunjang kegiatan operasional diubah dari Rp10,5 miliar menjadi Rp20,3 miliar.

Sementara biaya perjalanan dinas diubah dari Rp6,098 miliar menjadi Rp10,058 miliar.

Penambahan biaya perjalanan dinas tersebut digunakan untuk keperluan perjalanan dinas kunjungan kerja komisi ke luar daerah sebesar Rp2,1 miliar dan perjalanan dinas pimpinan dan anggota DPRD dalam rangka pelatihan peningkatan SDM sebesar Rp1,8 miliar.

Anggaran ganda dalam Peraturan Bupati itu meliputi uang akomodasi Rp4 juta, uang saku Rp3 juta serta uang cuci dan setrika (laundry) Rp900 juta untuk paket peningkatan SDM pimpinan dan anggota DPRD.

Para terdakwa diduga membuat anggaran ganda di Sekretariat DPRD walaupun item yang sama telah ditanggung melalui APBD Kutai Kartanegara.

Dugaan penyelewengan dana Penunjang Kegiatan Operasional anggota DPRD Kukar periode 2005 dengan kerugian negara sekitar Rp2,6 miliar itu telah menyeret 15 anggota DPRD Kutai Kartanegara periode 2004-2009 yang kemudian terpilih lagi pada periode 2009-2014, serta 14 anggota DPRD purna tugas periode 2004-2009 serta mantan Sekretaris DPRD Kutai Kartanegara, yang kini menjabat Asisten IV Sekprov Kaltim, Aswin dan mantan Bendahara DPRD Kukar Jamhari sebagai terdakwa.

Sabtu, 29 Oktober 2011

Imigrasi siap songsong visa bersama ASEAN

Jakarta (ANTARA News) - Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM siap menyongsong visa bersama ASEAN dengan rencana penambahan tempat pemeriksaan imigrasi (TPI) yang saat ini hanya 44 lokasi.

"Bila diterapkan visa bersama ASEAN, kami tinggal menambah jumlah TPI yang ada saat ini," kata Kasubdit Kerja Sama Perwakilan Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Sulistiono pada forum diskusi grup (FGD) Kementerian Komunikasi dan Informatika di Jakarta, Kamis.

Ia menjelaskan, saat ini pihaknya telah memiliki 44 TPI yang memiliki fasilitas sistem informasi online dan banyak menjadi lalu lintas orang yang masuk dan keluar Indonesia.

"Idealnya memang 126 TPI yang ada memiliki sistem informasi online. Namun pengembangan sistem informasi online tersebut terkait anggaran, tapi intinya kami siap," ujar Sulistiono.

Oleh karena itu, lanjut dia, pihaknya akan melakukan prioritas penambahan sistem informasi online pada 82 TPI.

Sistem informasi online, diakuinya, menjadi penting ketika diterapkan visa bersama ASEAN untuk mengantisipasi penyalahgunaan visa.

"Namun bila diterapkan secara bertahap, maka bisa dilakukan pintu masuk untuk visa bersama ASEAN hanya pada beberapa TPI yang sudah siap sistem informasinya," ujar Sulistiono.

Menurut Direktur Standar Pariwisata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Ani Insani, setiap tahun jumlah kunjungan wisatawan asing ke Indonesia naik. Tahun ini, pihaknya menargetkan sebanyak 7,7 juta wisatawan asing datang ke Indonesia.

"Tahun depan kami menargetkan kunjungan wisatawan asing mencapai 8,4 juta orang," ujarnya.

Ia yakin dengan visa bersama ASEAN, jumlah kunjungan wisatawan asing non-ASEAN akan meningkat.

Visa bersama ASEAN akan digulirkan pada KTT di Bali pada 17-19 November. Konsep visa bersama tersebut telah diwacanakan sejak 2009, namun baru ketika Indonesia menjadi ketua ASEAN konsep tersebut kembali dimunculkan untuk mendukung konektivitas di kawasan Asia Tenggara.

Kamis, 27 Oktober 2011

Polisi terdakwa kasus asusila dibebaskan, orangtua korban meradang

Biak (ANTARA News) - Dua anggota Kepolisian Resor (Polres) Kabupaten Biak Numfor, Papua, Muhammad Ikbal dan Ezron, terdakwa kasus asusila anak di bawah umur divonis bebas majelis hakim Pengadilan Negeri Biak.

Keputusan majelis hakim membebaskan dua personel Polres Biak, Muhammad Ikbal dan Ezron itu tidak diterima orang tua korban yang datang menyaksikan sidang di Pengadilan Negeri Biak, dengan memukul kursi serta berteriak memaki aparat penegak hukum.

"Anak saya sudah diperkosa secara jelas oleh anggota Polres Biak tetapi vonis hukumannya bebas di mana rasa keadilan majelis hakim, saya sangat kecewa dengan putusan pengadilan yang tidak mempertimbangkan kehancuran masa depan anak saya," teriak ibu korban.

Ia menduga putusan kasus asusila yang melibatkan empat anggota Polres atas anaknya karena adanya permainan majelis hakim yang memihak kepada aparat kepolisian sebagai pelaku kejahatan tindak pidana perlindungan anak.

Kepada Komisi Yudisial dan Komisi Nasional Perlindungan Anak di Jakarta, menurut orang tua korban, diminta memperhatikan penanganan kasus asusila empat anggota Polres Biak Numfor yang diduga terjadi permainan hukum sehingga pelakunya dibebaskan dari segala tuntutan hukum.

"Sebagai orang tua, saya sangat sedih dengan keputusan majelis hakim yang tak memperhatikan rasa keadilan kepada korban yang hancur masa depannya dan harga dirinya," ungkap ibu korban sambil berteriak memaki majelis hakim.

Pada persidangan, Ketua Majelis Hakim T Saragih dalam amar putusannya membebaskan terdakwa Muhamad Ikbal dan Ezron dari segala tuntutan hukum serta mengembalikan pemulihan nama baiknya karena tak terbukti melakukan tindak pidana persetubuhan dengan ancaman kekerasan dan bujuk rayu kepada korban Ma.
(M039/Y008)

SEMA Whistleblower Bukan Kebijakan Pembebasan Hukuma

Senin, 19 September 2011

Ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin A Tumpa mengatakan SEMA No 4 Tahun 2011 merupakan kebijakan untuk meringankan hukuman bagi whistleblower dan justice collaborator. Keringanan hukuman ini, lanjutnya, tergantung pada penilaian hakim di pengadilan tingkat pertama.

“Keringanan hukuman bagi whistleblower atau justice collaborator ini tergantung penilaian dan kebijaksanaan hakim tingkat pertama, jadi bukan kebijakan untuk membebaskan hukuman bagi whistleblower atau justice collaborator, kata Harifin di sela-sela Rakernas MA 2011 di Hotel Mercure Ancol Jakarta, Senin (19/9).

Menurut Harifin, yang berhak menjadi justice collaborator adalah pelaku turut serta yang bukan pelaku pelaku utama. “Kalau ditanya apakah tersangka kasus suap Sesmenpora, M Nazaruddin dapat dikategorikan sebagai whistleblower atau justice collabolarator, terlalu dini untuk dinilai karena yang berhak menilai itu hakim pengadilan tingkat pertama,” tegas Harifin.

Seperti diketahui, MA belum lama ini menerbitkan SEMA No 4 Tahun 2011 pada tanggal 10 Agustus 2011 yang menginstrusikan bagi para hakim memberi perlakuan khusus berupa keringanan hukuman dan/atau bentuk perlindungan lainnya kepada whistleblower dan justice collaborator untuk perkara tindak pidana tertentu.

Misalnya, untuk kategori whistleblower, SEMA memberi definisi yaitu seseorang yang mengetahui dan melaporkan tindak pidana tertentu dan bukan justru menjadi pelaku tindak pidana itu. Lalu, SEMA menegaskan apabila pelapor dilaporkan balik oleh terlapor, maka perkara yang dilaporkan pelapor didahulukan.

Sementara, untuk justice collaborator memberikan definisi yakni seorang pelaku tindak pidana tertentu, tetapi bukan pelaku utama, yang mengakui perbuatannya dan bersedia menjadi saksi dalam proses peradilan. Untuk dapat disebut sebagai justice collaborator, jaksa dalam tuntutannya juga harus menyebutkan bahwa yang bersangkutan telah memberikan keterangan dan bukti-bukti kuat yang sangat signifikan.

Atas jasa-jasanya, justice collaborator dapat diberi kompensasi oleh hakim berupa pidana percobaan bersyarat khusus dan/atau pidana penjara paling ringan dibandingkan para terdakwa lainnya dalam perkara yang sama. Ditegaskan pula pemberian perlakuan khusus tetap harus mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat.

Rabu, 26 Oktober 2011

Nyoman Minta mengaku tak tahu acara kepresidenan

Nusa Dua (ANTARA News) - Tukang kebun PT BTDC, Nyoman Minta, mengakui bahwa dirinya tidak tahu ada acara kepresidenan sehingga langsung menyelonong dengan sepeda pancalnya di depan panggung kehormatan dalam pembukaan ASEAN Fair 2011 di Nusa Dua, Bali, Senin (24/10) lalu.

"Saya ini `belog` (bodoh). Tidak tahu ada acara apa," kata pria berusia 60 tahun itu saat ditemui di rumahnya di Taman Ayodia, Mumbul, Nusa Dua, Kabupaten Badung, Rabu.

Ia mengaku kaget ketika ditangkap personel Paspampres beberapa saat setelah melintas di depan panggung kehormatan, tempat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menyaksikan atraksi pesawat udara dalam pembukaan ASEAN Fair 2011 itu.

"Sampai sekarang pun saya masih kaget. Saya tidak tahu apa. Tidak tahu ada acara," katanya menuturkan.

Ia sama sekali tidak mengerti alasannya kenapa dia ditangkap petugas saat lewat di depan tamu kehormatan sampai-sampai harus mengikuti proses rekonstruksi.

Minta mengaku hanya menjalankan pekerjaannya sebagai tukang bersih-bersih sampah di Pantai Peninsula sehingga dirinya melewati jalur yang biasa dia lalui setiap hari.

Kebetulan jalan itu menjadi tempat Presiden dan tamu kehormatan lainnya untuk menyaksikan atraksi pesawat berakrobat itu.

"Saya bersih-bersih pantai, biasa lewat di sana dan tidak ada apa-apa," katanya pria yang sehari-hari memelihara sapi bersama istrinya di belakang rumahnya itu di luar pekerjaannya sebagai tukang kebun.

Minta berhasil mencuri perhatian publik karena menyelonong di depan panggung kehormatan Presiden awal pekan ini.

Karung yang diangkutnya dengan sepeda pancal itu berisi botol-botol bekas wadah minuman air mineral dan beberapa kelapa.

Setelah diamankan, Minta harus menjalani reka ulang dengan mengenakan papan nama yang digantungkan di lehernya, persis seperti pelaku kejahatan.

KPK: Presiden Harusnya Punya Political Will Pulangkan Nunun

Elvan Dany Sutrisno - detikNews



Busyro Muqoddas (Hartadi/ detikcom)
Jakarta - Ketua KPK Busyro Muqoddas tak akan melaporkan kesulitan menangkap Nunun ke Presiden SBY. Menurutnya harusnya SBY punya political will untuk memulangkan Nunun ke Indonesia.

"Tanpa kita meminta pun harusnya ada political will dari presiden untuk menghubungi negara tersebut," ujar Busyro usai raker dengan Komisi III DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (26/10/2011).

Menurutnya Presiden SBY tentu memantau setiap hari perkembangan kasus KPK melalui media. Hingga dapat memahami kasus perkasus dan ikut mencari solusi bersama staf ahli bidang hukum.

"Presiden kan membaca berita, jadi tidak perlu kita melaporkan," tutur Busyro.

Busyro sendiri tidak tahu persis unsur keamanan apa yang melindungi Nunun. KPK pun sulit sekali menemukan Nunun tanpa bantuan Presiden.

"Justru itu yang kami nggak tahu, kalau tahu kan itu bisa kita perhitungkan. Kita tahunya karena ada informasi masuk. Kita posisi persisnya tidak tahu,"tandasnya.

Ketua Komisi III DPR Benny K Harman meminta KPK melaporkan kesulitan menangkap Nunun Nurbaetie ke Presiden SBY. Terutama menyangkut adanya kekuatan keamanan yang menjaga Nunun di

"Keamanan apa? KPK harus melaporkan itu kepada kepala negara supaya kepala negara dapat melakukan koordinasi antarnegara," tutur Ketua Komisi III DPR Benny K Harman kepada detikcom, Rabu (25/10/2011).

Komisi III Minta KPK Ungkap Kekuatan yang Lindungi Nunun

Elvan Dany Sutrisno - detikNews


Nunun Nurbaetie Jakarta

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas menyebutkan, Nunun sulit dijangkau karena ada kekuatan keamanan yang bermain. Komisi III meminta Busyro mengungkap kekuatan apa yang mengamankan Nunun.

"Kan KPK punya kewenangan untuk menggunakan perangkatnya. Tinggal diomongkan kekuatan keamanan yang mana diungkap ke Komisi III. Supaya dapat dicari solusinya dengan cepat," ujar anggota Komisi III DPR, Saan Mustopa.

Hal ini disampaikan Saan kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (25/10/2011).

Menurutnya harusnya Nunun sudah berhasil ditangkap. Apalagi sudah masuk red notice interpol.

"Kalau sudah ada red notice secara otomatis interpol bekerja. Ini tinggal masalah kesungguhan memulangkan Nunun yang jadi masalah," katanya.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas menyebutkan, Nunun sulit dijangkau karena ada kekuatan di luar KPK yang bermain. "Nunun (sulit) karena ada kekuatan di luar KPK, yang kami belum bisa untuk menghadirkan Nunun," terangnya.

Hal itu disampaikan Busyro di sela-sela rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (26/10/2011).

Namun Busyro belum menyebut apa atau siapa di balik kekuatan yang melindungi Nunun. Termasuk apakah kekuatan itu berkaitan dengan suaminya atau bukan.

"Kita nggak tahu persis, cuma ini ada informasi ada kekuatan keamanan tertentu. Dari mananya, kita belum jelas," kata mantan Ketua Komisi Yudisial itu.

Apakah ada intel yang bermain di sini? "Saya belum sampai apakah ada peran intel, saya tidak akan mudah menuduh lembaga manapun karena itu tidak fair," ujar Busyro.

Nunun telah masuk jajaran buron interpol setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia pada Mei lalu. Jauh sebelum penetapan status itu, Nunun memang sudah tidak berada di Indonesia.

Pihak pengaara maupun keluarga Nunun menyebut, perempuan yang dikenal sebagai salah satu sosialita itu tengah berobat ke Singapura karena sakit pelupa berat. Nunun juga kerap mangkir dari pemanggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi.

KPK Minta SBY Bantu Pulangkan Nunun

INILAH.COM, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta bantuan Presiden SBY untuk memulangkan Nunun Nurbaetie yang tengah buron di luar negeri.

KPK sengaja meminta bantuan SBY, karena sebagai kepala pemerintahan, SBY memiliki kewenangan untuk memerintahkan jajaran Kementerian Luar Negeri, Polri dan Ditjen Imigrasi yang berada di bawah kewenangannya melakukan operasi pencarian Nunun.

"Presiden itu pasti baca berita. Lalu disampaikan ke stafnya. Jadi Presiden itukan punya kewenangan memerintahkan anak buahnya," jelas Ketua KPK Busyro Muqoddas di gedung DPR, Jakarta, Rabu (26/10/2011).

KPK sejauh ini belum bisa memastikan apakah Nunun masih berada di Thailand atau tidak. Untuk itu, lanjutnya, perlu bantuan Presiden agar hambatan-hambatan itu bisa ditembus.

"Jadi tanpa kami minta pun seharusnya sudah ada political will dari Presiden. Yaitu berupa komunikasi antar negara. Presiden diminta untuk membantu dalam hal itu," terangnya. [mah]

Hakim Tolak Beri Salinan Bukti ke Syarifuddin

INILAH.COM, Jakarta - Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor menolak permohonan terdakwa Hakim nonaktif Syarifuddin dan kuasa hukumnya, Hotma Sitompul untuk mendapatkan semua salinan dokumen surat menyurat yang dijadikan barang bukti oleh Penuntut Umum KPK.

Majelis Hakim yang diketuai Hakim Gusrizal menegaskan, tak ada kewajiban seperti diatur dalam KUHAP bagi penuntut umum untuk memberikan salinan barang buktinya ke pihak terdakwa. Sebaliknya barang bukti itu harus diperlihatkan tetap di dalam persidangan.

"Kalau saudara ingin mempelajari barang bukti, pelajari di Pengadilan Tipikor. Dan meminta PU memperlihatkan, silakan berkoordinasi dengan penuntut umum," kata Hakim Gusrizal di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (26/10/2011).

Majelis Hakim tetap pada pendiriannya, meski terdakwa dugaan penerimaan suap Rp250 juta dari kurator Puguh Wirawan itu angkat bicara alasannya meminta salinan barang bukti itu. Menurutnya itu penting untuk dipelajari kuasa hukumnya dalam rangka untuk membuktikan bahwa dia tak bersalah.

"Kami mengacu pada pasal 72 KUHAP, tanggung jawab bukti beralih ke persidangan. Barbuk tetap disimpan penuntut umum karena persidangan tidak ada tempat menyimpan," terang lagi Gusrizal.

Penuntut umum pun menolak permohonan kuasa hukum tersebut. "Kami sependapat penegakan keadilan, tetapi tidak dengan melanggar ketentuan hukum acara yang berlaku. Kami sudah menyerahkan berkas perkara tapi kalau menyerahkan salinannya tidak bisa," tegas Zetadung Alo.

Hotma yang kecewa, mengatakan, bahwa penolakan itu akan terus dipersoalkannya dalam setiap persidangan kliennya itu. "Keberatannya sebenarnya apa sih, kalau perlu kami yang bayar copy-annya kalau jaksa tidak mau menyerahkan copy-annya. Mohon dicatat, artinya permohonan kami ditolak ya."

Selasa, 25 Oktober 2011

Wajib militer mampu jaga Pancasila

Jakarta (ANTARA News) - Pendidikan wajib militer di kalangan mahasiswa perlu dihidupkan lagi karena diyakini mampu menjaga Pancasila dan meningkatkan rasa nasionalisme yang akhir-akhir ini menurun.

Mahasiswa, sebagai sebuah kelompok strategis yang selalu menempatkan diri sebagai agen perubahan, sudah mendesak untuk diterapkannya wajib militer sebagai pengganti OPSPEK yang tidak jelas tujuan dan hasilnya.

"Wajib militer di kalangan mahasiswa sangat berpotensi mengawal semangat nasionalisme dan Pancasila, ditengah tengah derasnya pengaruh liberalisme dan paham-paham multinasional yang dapat merusak ke Indonesiaan kita yang beragam ini," kata Ketua Fraksi PKB MPR RI, Lukman Edy di Jakarta, Selasa.

Wajib militer di kalangan mahasiswa, kata dia, tidak bertentangan dengan konstitusi.

"UUD 1945 sendiri memang mengamanahkan sistim pertahanan dan keamanan rakyat semesta, yang menempatkan rakyat sebagai kekuatan pendukung untuk menjaga integritas dan keutuhan NKRI," tambahnya.

Ia menambahkan, upaya internalisasi idiologi kebangsaan harus dilakukan dengan berbagai bentuk dan massif.

"Di sektor pendidikan sudah selayaknya ada kurikulum tentang idiologi kebangsaan, di kalangan aparatur negara, idiologi Pancasila harus dijadikan program pengembangan kapasitas birokrasi, sedangkan di partai politik, 4 pilar kebangsaan (Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika) harus menjadi bagian tugas pendidikan politik," kata mantan Menteri Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal itu.

Dari hasil survei yang dilakukan berbagai instansi, ada hal yang mengejutkan dimana banyak rakyat Indonesia yang anti Pancasila.

"Paling tidak 50 juta rakyat Indonesia anti Pancasila. Angka ini tentu mengejutkan tapi ini memang hasil dari survei secara acak dari berbagai institusi akhir tahun 2011 ini," kata Lukman Edy.

Ia menyebutkan, dari hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan 27 % rakyat Indonesia merasa tidak memerlukan Pancasila. Bahkan, penelitian seorang Profesor dari UIN Jakarta menyimpulkan 28 % setuju dengan radikalisasi, dan sebuah lembaga kajian di Jakarta menyatakan 19 % pemuda Indonesia menghendaki syariat Islam sebagai dasar negara.

"Angka sebesar ini seharusnya lampu kuning buat Indonesia, dan sekaligus seharusnya mendapat perhatian serius dari pemerintah," kata Lukman Edy. (zul)

Senin, 24 Oktober 2011

Hilangkan Pasal Korupsi Gayus Tambunan Cirus Sinaga Dihukum Lima Tahun Penjara

INILAH.COM, Jakarta - Majelis Hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang diketuai Hakim Albertina Ho menghukum jaksa nonaktif Cirus Sinaga selama lima tahun penjara dan denda Rp150 juta, subsider tiga bulan penjara.

Hukuman itu lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan sebelumnya yaitu selama enam tahun penjara dan denda Rp150 juta.

"Menyatakan secara sah dan menyakinkan terdakwa Cirus Sinaga telah bersalah melakukan tindak pidana yaitu terdakwa merintangi secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan perkara yang sedang ditangai di persidangan," tegas Albertina di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (25/10/2011).

Majelis Hakim menilai, Cirus yang saat itu sebagai jaksa peneliti perkara pencucian uang dengan terdakwa Gayus Tambunan di Kajari Tangerang telah mengabaikan pasal korupsi yang diajukan penyidik di Kepolisian. Pengabaian itu berbuntut pada dibebaskannya Gayus di PN Tangerang.

"Terdakwa mengabaikan masukan dari anggota jaksa peneliti lainnya, Eka Kusuma untuk berkoordinasi dengan bidang pidsus. Saat itu saksi bilang ke terdakwa, saya bingung, di situ kan ada pasal korupsinya, apa kita tidak berkoordinasi dengan pidsus. Lalu dijawab terdakwa, kita kan pidum jadi tangani saja pidumnya," urai anggota Hakim Duduh Duswara.

"Terdakwa yang paling senior harusnya mempelajari dengan seksama berkas itu sebelum menerbitkan surat pemberitahuan berkas sudah lengkap atau P21. Bukan sebaliknya pada hari itu juga mengeluarkan surat pemberitaan bahwa hasil penyidikan sudah lengkap dan dilimpahkan ke Pengadilan Tangerang," urai lagi Albertina Ho.

Cirus dikenakan tiga pasal, sekaligus yaitu, pasal 12 huruf b dan atau kedua pasal 21 dan ketiga pasal 23. Ketiganya adalah UU Pemberantasan Korupsi. Tapi yang terbukti hanya pasal dakwaan kedua yaitu pasal 21. [mvi]

Hacker serang jaringan parlemen Jepang

Jakarta (ANTARA News) - Peretas telah menargetkan jaringan komputer yang digunakan parlemen rendah Jepang sejak Juli, dengan menggunakan virus komputer untuk mencuri passwords dan mungkin membaca e-mail anggota parlemen dalam satu bulan.

Peretasan itu menyusul serangan serupa terhadap Mitsubishi Heavy Industries Ltd, kontraktor pertahanan terbesar Jepang, yang telah meningkatkan tekanan terhadap pemerintah untuk meningkatkan keamanan dunia maya.

Peretas mengirimkan virus melalui e-mail pada akhir Juli dan mungkin telah menargetkan informasi yang terkait kebijakan luar negeri dan pertahanan Jepang, tulis surat kabar Asahi mengutip seseorang yang mengetahui hal itu namun tidak bersedia disebut namanya.

Komputer anggota parlemen pertama yang terinfeksi oleh virus terhubung ke server di China, tetapi sulit untuk mengetahui siapa yang menempatkan program itu di server China.

Serangan cyber pertama terhadap parlemen rendah Jepang itu tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa peretas telah mentransfer atau mengubah data pada jaringan komputer parlemen, kata laporan Reuters.

MA tolak kasasi Bupati Digoel

Jakarta (ANTARANews) - Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi Bupati Boven Digoel, Papua, Yusak Yaluwo dan tetap menghukum lima tahun penjara.

"Menolak kasasi terdakwa dan jaksa KPK," demikian bunyi amar putusan kasasi seperti dilansir situs resmi MA.

Putusan yang dibuat dalam musyawarah majelis pada 10 Mei 2011 dengan majelis hakim yang diketuai Artidjo Alkotsar bersama majelis anggota Hakim Agung MS Lumme dan Syamsul Rakan Chaniago.

Dalam putusan tersebut tidak bulat, karena Syamsul Rakan Chaniago berpendapat berbeda (dissention opinion).

Dengan ditolaknya kasasi ini, maka putusan sesuai dengan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta yaitu menghukum Yusak dengan pidana lima tahun penjara, pidana denda Rp250 juta subsider lima bulan kurungan.

Yusak juga diharuskan membayar kerugian negara sebesar Rp37 miliar subsider empat tahun penjara.

Majelis hakim berpendapat bahwa Bupati Boven Digoel ini terbukti melakukan korupsi terkait pengadaan kapal tanker LCT 180 Wambon dan APBD Kabupaten Boven Digoel periode tahun 2002-2005.

"Pembelian barang dengan penunjukan langsung tidak dibenarkan oleh hukum," demikian amar putusan MA.

Sementara pendapat berbeda Hakim Agung Syamsul Rakan Chaniago menilai Yusak tidak bersalah.

Chaniago membenarkan adanya tindak pembelian kapal tanpa tander, tapi hal ini bukan tindak pidana karena dilakukan dalam kondisi darurat.

"Majelis hakim lain hanya melihat teks yang ada dalam undang-undang, tidak melihat kenyataan dilapangan. Oleh karenanya, terdakwa harus dibebaskan dari segala bentuk tuntutan hukum," tegas Syamsul.

Dalam pemberitaan sebelumnya, Pengadilan Tinggi Jakarta yang menguatkan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat terhadap putusan Bupati Boven Digoel Yusak Yaluwo yang memvonis empat tahun, enam bulan penjara, denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan dan membayar uang pengganti sebesar Rp45,7 miliar subsider dua tahun penjara (jika tak mampu membayar).

Pengadilan mennyatakan Yusak terbukti melakukan korupsi bersama-sama terkait pengadaan kapal tangker LCT 180 Wambon dan APBD Kabupaten Boven Digoel tahun 2002-2005. (ANT)

Eksepsi hakim Syarifuddin ditolak

Jakarta (ANTARA News) - Eksepsi hakim nonaktif Syarifuddin Umar ditolak oleh jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Terdakwa kasus dugaan suap untuk izin perubahan status aset boedel pailit PT Skycamping Indonesia (SCI) menjadi aset nonboedel pailit itu justru diminta melakukan pembuktian terbalik atas sejumlah uang asing yang ditemukan saat tertangkap tangan.

JPU dari KPK dalam sidang di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin, menolak seluruh eksepsi terdakwa Syarifuddin dan meminta Majelis Hakim Tipikor melanjutkan sidang pemeriksaan saksi.

JPU juga meminta Syarifuddin membuktikan asal-usul uang asing yang juga ditemukan saat KPK menggeledah rumahnya di daerah Sunter, saat ditangkap usai menerima suap Rp250 juta yang diduga dari kurator PT Skycamping Indonesia Puguh Wirawan.

JPU menyebutkan hakimlah yang akan menentukan status uang asing tersebut dalam putusannya, berdasarkan tuntutan JPU. Namun terdakwa diberi kesempatan melakukan pembuktian dalam pembelaannya terkait asal-usul uang asing tersebut.

Kuasa hukum terdakwa, Hotma Sitompul, meminta Majelis Hakim memerintahkan JPU memberikan kopi semua berkas perkara dan semua surat yang menjadi barang bukti kliennya dalam persidangan untuk dipelajari dan diharapkan sudah diterima sebelum persidangan selanjutnya.

Hotma mengancam tak akan melanjutkan mengikuti sidang jika JPU tidak memenuhi permintaan tersebut. Dia juga akan melakukan aksi diam dalam persidangan jika JPU tidak memenuhi permintaan tersebut.

Majelis hakim Tipikor akhirnya meminta JPU memenuhi permintaan Hotma itu.(*)

Minggu, 23 Oktober 2011

Minggu, Fadel Muhammad Sebagai Tokoh, Saya tak Boleh Sembunyi

Jpnn
SABTU
(22/10), di teras rumah dinasnya, Kompleks Widya Candra V Nomor 26, kardus-kardus kepakan sudah tertata rapi. "Saya akan segera pindah. Tetap semangat," ujar Fadel Muhammad ketika sudah berada di dalam mobil pribadinya, Lexus B 205 FM, sembari mengepalkan tangannya ke arah wartawan. Siang itu, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu baru saja menggelar konperensi pers. Selain menanggapi pernyataan Mensesneg Sudi Silalahi yang menyebut dirinya dicopot dari kabinet lantaran 'punya masalah', mantan gubernur Gorontalo itu juga membeber langkah-langkah yang akan dilakukan ke depan, setelah tak lagi jadi menteri. Berikut petikan pernyataan Fadel.

Selama menjadi menteri, Anda pernah punya masalah dengan presiden?
Saya merasa, dua tahun bekerja bersama presiden, tidak pernah ada hal-hal yang membuat saya salah. Kalau pun ada, saya mohon maaf.

Anda akan mendesak Sudi Silalahi minta maaf?
Tidak ada kata desakan minta maaf kepada Pak Sudi (dalam dua lembar kertas keterangan pers tertulis).

Lantas, kok disebut Anda punya masalah?
Surat itu ada dari AM Fatma kepada presiden tentang anak perusahaan saya, yang lama sekali. Lantas saya dipanggil Pak Sudi dan Pak Djoko dan saya jelaskan. Beliau juga mengatakan, tidak ada persoalan. Itu tiga hari sebelum Pak SBY ke Jogja.

Bagaimana Anda menanggapi isu yang menyebut Anda dicopot sebagai menteri lantaran sebagai politisi tak punya bargaining?
Kita lihat saja. Saya tak mau bicara seberapa besar bargaining politik saya. Soal dukungan masyarakat kepada saya, biar orang lain yang menilai saya.

Ada juga isu yang menyebut Anda dicopot lantaran sudah ancang-ancang maju sebagai wapres di pilpres 2014?
Saya tak pernah dengar isu itu. Saya tak mau menanggapi jika sekedar isu. Kecuali ada data-datanya, ada yang menyampaikan, saya akan tanggapi.

Apa kegiatan Anda setelah tak lagi jadi menteri?
Setidaknya ada tiga, yakni tetap beraktifitas sebagai kader Golkar, saya akan meneruskan usaha-usaha saya, dan mendirikan Yayasan Pemberdayaan Garam. Pekan depan akan dilaunching.

Apakah ada tawaran tugas baru, misal sebagai Dubes?
Sampai dengan hari ini, saya tidak ada komunikasi. Saya tetap akan mengabdi ke Golkar. Sebagai tokoh publik, saya tak boleh sembunyi di balik tembok. Kalau ada orang lain menilai lain, silakan.

Anda menyatakan minta maaf ke masyarakat Gorontalo dan Sulawesi lantaran merasa pengabdian belum tuntas, apa maksudnya?
Lain kali lagi saya jelaskan. Waktu masih panjang ya. (sam/jpnn)

Sabtu, 22 Oktober 2011

Ketua MA kritik kemampuan komisioner KY

Jakarta (ANTARA News) - Ketua Mahkamah Agung Harifin Andi Tumpa mengkritik beberapa anggota Komisi Yudisial yangi kemampuan ilmu hukum acaranya jauh dari memadai.

"Sebagian komisioner (KY) nggak paham tugas hakim yang mempertaruhkan keselamatannya, yang lebih menyedihkan adalah sebagian mereka tingkat ilmu hukum acara yang mereka miliki jauh dari memadai, tapi mampu salahkan putusan," kata Harifin, saat menutup Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di Jakarta, Kamis.

Harifin mencontohkan salah satu kasus yang direkomendasikan KY adalah kasus tanah.. Hakim memutuskan terdakwa didakwa dengan pidana ringan, yaitu memakai tanah tanpa izin.

Hakim tersebut berpendapat perbuatan terdakwa terbukti tapi bukan pidana karena tanah tersebut masih dalam status sengketa. "Sehingga terdakwa divonis lepas," ungkap Harifin.

Namun, lanjutnya, hakim yang memutus tersebut diperiksa KY dan merekomendasikan agar hakim tersebut diberi rekomendasi (peringatan) tertulis karena tidak profesional.

Menurut Harifin, rekomendasi ini karena KY berpendapat bahwa kasus pidana tanah harusnya jangan diputus sebelum sengketa tanah diselesaikan.

"Tentu saja MA tolak rekomendasi tersebut. KY ngak punya kewenangan menilai putusan dan rekomendasi tersebut adalah pendapat keliru," kata Harifin.

Kritik ini disampaikan Harifin didepan seluruh peserta Rakernas MA yang mencapai 1.735 orang yang terdiri pimpinan empat lingkungan pengadilan beserta panitera/sekretaris, para hakim agung, pimpinan MA, pejabat struktural MA, hakim ad hoc.

Jumlah hakim "nakal" cenderung meningkat

Purwokerto (ANTARA News) - Anggota Komisi Yudisial (KY), Taufiqurrahman Sahuri, mengungkapkan bahwa jumlah hakim "nakal" yang diadukan masyarakat kepada lembaganya cenderung meningkat.

"Itu banyak sekali, dari Desember hingga Mei sudah ada 1.400-1.500, saat ini mungkin sudah sampai 1.600-an. Sepertinya ada kecenderungan naik," kata Taufiqurrahman usai menjadi pembicara dalam "Talkshow Nasional: Konstitusi RI Berbasis Islami" yang diselenggarakan Unit Kerohanian Islam Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, di Gedung Justisia 3 Unsoed Purwokerto, Jawa Tengah, Sabtu.

Menurut dia, peningkatan jumlah hakim "nakal" yang dilaporkan masyarakat ini kemungkinan sebagai dampak pemberitaan media massa, terutama dalam kasus Antasari.

Dengan demikian, kata dia, masyarakat banyak yang tahu, jika ternyata mereka bisa mengajukan laporan kalau ada sesuatu yang aneh dalam persidangan.

Mengenai vonis bebas yang dijatuhkan pengadilan di beberapa daerah kepada sejumlah terdakwa kasus korupsi, dia mengatakan, saat ini kasus tersebut seolah menjadi tren.

"Ini kayaknya tren ya, di Subang, Bandung, Lampung Tengah, dan Lampung Timur. Itu dibebaskan semua," katanya.

Oleh karena terjadi hampir bersamaan, kata dia, vonis bebas tersebut akhirnya menjadi pertanyaan masyarakat yang curiga adanya sesuatu di balik putusan bebas itu.

Menurut dia, Komisi Yudisial pro-aktif untuk menjawab kecurigaan masyarakat tersebut.

Dalam hal ini, lanjutnya, pengawasan Komisi Yudisial terhadap tingkah laku hakim dilakukan secara pasif dengan menerima laporan dari masyarakat dan aktif jika hal itu telah menjadi pembicaraan publik.

"Pengawasan kita pasif, yakni menunggu laporan dari masyarakat. Tetapi kita akan aktif kalau hal itu menjadi pembicaraan publik," kata dia menegaskan.

Terkait vonis bebas terdakwa korupsi Mochtar Mohammad yang merupakan Wali Kota Bekasi nonaktif, dia mengatakan, Komisi Yudisial telah menghubungi Pengadilan Tipikor di Bandung untuk meminta salinan putusan kasus tersebut.

"Jumat (21/10) kemarin katanya akan dikasih. Kemudian kita juga meminta surat dakwaan dari jaksa karena kami dapat kritikan jangan-jangan dakwaan jaksa kurang kuat atau jaksanya masuk angin," katanya.

Menurut dia, vonis bebas tersebut tidak menutup kemungkinan karena adanya jaksa "nakal".

Selain itu, kata dia, pihaknya juga meminta rekaman sidang kasus tersebut.

"Kalau data-datanya sudah ada, kita akan membahas khusus itu. Rekaman ini akan kita pantau seluruhnya, apakah dalam penanganan persidangan ada ketidakjujuran atau melanggar etika, ada siasat misalnya dengan mengabaikan saksi-saksi yang sebenarnya penting sehingga terdapat kebohongan, atau dalam memimpin sidang bersikap memihak," katanya.

Dia mengatakan, pihaknya berharap dalam tiga minggu dapat menemukan jawaban atas kasus vonis bebas tersebut.

Terkait kemungkinan adanya jaksa "masuk angin" dalam kasus vonis bebas tersebut, dia mengakui, Komisi Yudisial tidak memiliki kewenangan untuk mengawasi jaksa.

Meskipun demikian, kata dia, Komisi Yudisial akan melaporkan temuannya terkait jaksa "masuk angin" kepada Komisi Kejaksaan.

"Kita akan laporkan ke Komisi Kejaksaan (Komjak) kalau ada temuan. Biar Komjak yang akan memberi penilaian," katanya menambahkan. (*)

Jumat, 21 Oktober 2011

Jual Ekstasi, Oknum Polisi Militer Dibekuk

VIVAnews - Seorang oknum anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), Praka AS, ditangkap polisi karena diduga menjadi salah seorang pengedar ekstasi di Medan, Sumatera Barat, Jumat 21 Oktober 2011.

Praka AS ditangkap oleh aparat Direktorat Narkoba Polda Sumut di pelataran Hotel Pardede di Jalan Juanda, Medan Polonia sekitar pukul 12.30 WIB.

Dari tangan AS, polisi berhasil menyita 110 butir ekstasi dan senjata api sebagai barang bukti. Menurut Wakil Direktur Direktorat Narkoba Polda Sumut, Ajun Komisaris Besar Aprianto Basuki Rahmat, penangkapan AS tersebut diawali dengan penyamaran petugas menyamar menjadi konsumen.

Praka AS kemudian mengeluarkan satu bungkus plastik berisi ratusan butir ekstasi yang disimpannya di kotak rokok. Saat transaksi itu, petugas segera dilakukan penangkapan. Tanpa perlawanan, AS hanya bisa pasrah ketika digelandang ke Polda Sumut di Jalan Medan-Tanjung Morawa.

“Dari oknum kita amankan kartu tanda anggota (KTA) TNI, satu pucuk senjata api beserta magazine berisi penuh amunisi, handphone, dan kartu Perbaksi Airsoft gun,” ujar Aprianto.

Hasil penyidikan sementara diketahui kalau pelaku tercatat sebagai personel POM AL Lanal Tanjungbalai. Berdasarkan kartu identitas yang ditemukan, pelaku berdomisili di Jalan Anwar Idris, Datukbandar, Tanjungbalai, Sumatera Utara.