Samarinda (ANTARA News) - Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Samarinda, Kalimantan Timur, membebaskan empat anggota DPRD Kutai Kartanegara nonaktif melalui sidang putusan kasus dugaan korupsi dana operasional dewan pada 2005 senilai Rp2,6 miliar.

Ketua Majelis Hakim sidang Tipkor, Casmaya, pada pembacaan putusan menyimpulkan, keempat anggota DPRD Kutai Kartanegara nonaktif itu yakni, Suriadi, Suwaji, Sudarto, dan Rusliadi tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi seperti yang didakwakan JPU (Jaksa Penuntut Umum).

"Meski terdakwa telah menerima uang akan tetapi itu bukan merupakan tindak pidana dan lepas dari segala tindakan melawan hukum karena penggunaan uang tersebut berdasarkan Peraturan Bupati (Perbub) No. 180.188/HK-149/2005 tentang Belanja Penunjang Kegiatan Pimpinan dan Anggota DPRD sehingga keempat terdakwa harus segera diebaskan dari jeratan hukum," ungkap Casmaya saat membacakan putusan, Senin.

Berdasarkan putusan tersebut, Majelis Hakim sidang Tipikor meminta JPU segera merehabilitasi nama baik keempat anggota DPRD Kutai Kartanegara nonaktif tersebut.

JPU, Widi Susilo lakan segera mengajukan Kasasi terkait putusan bebas keempat terdakwa.

Belasan kerabat keempat anggota DPRD Kutai Kartanegara nonaktif tersebut langsung meneriakkan takbir setelah mendengar putusan bebas itu.

Suasana haru sidang Tipikor yang dikawal ketat puluhan personil Satuan Samapta Polresta Samarinda terlihat ketika keempat terdakwa bangkit sambil meneriakkan takbir.

Bahkan, salah seorang anggota DPRD Kutai Kartanegara juga terlihat sempat bersujud usai pembacaan vonis.

"Putusan Majelis Hakim ini sudah sesuai dengan fakta hukum sebab klien kami memang menggunakan dana itu berdasarkan Peraturan Bupati yang belum dicabut. Kami sangat bersyukur sebab klien kami dibebaskan dari semua tuntutan," ungkap kuasa hukum keempat anggota DPRD Kutai Kartanegara nonaktif tersebut, Arjunawan ditemui usai persiidangan.

Sidang Tipikor kasus dugaan korupsi dana operasional DPRD Kutai Kartanegara pada 2005 senilai Rp2,6 miliar juga akan digelar pada Selasa (1/11).

Pada sidang dengan agenda pembacaan putusan tersebut, akan menghadirkan tiga terdakwa yakni Ketua DPRD Kutai Kartanegara nonaktif, Salehuddin serta dua anggota DPRD non aktif lainnya, Abubakar Has dan Abdul Sani.

Kasus dugaan korupsi dana operasional ini menyangkut Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 180.188/HK-149/2005 tentang Belanja Penunjang Kegiatan Pimpinan dan Anggota DPRD.

Hal tersebut berdasarkan Rapat Paripurna perubahan APBD Kutai Kartanegara pada 2005 terkait biaya penunjang kegiatan operasional diubah dari Rp10,5 miliar menjadi Rp20,3 miliar.

Sementara biaya perjalanan dinas diubah dari Rp6,098 miliar menjadi Rp10,058 miliar.

Penambahan biaya perjalanan dinas tersebut digunakan untuk keperluan perjalanan dinas kunjungan kerja komisi ke luar daerah sebesar Rp2,1 miliar dan perjalanan dinas pimpinan dan anggota DPRD dalam rangka pelatihan peningkatan SDM sebesar Rp1,8 miliar.

Anggaran ganda dalam Peraturan Bupati itu meliputi uang akomodasi Rp4 juta, uang saku Rp3 juta serta uang cuci dan setrika (laundry) Rp900 juta untuk paket peningkatan SDM pimpinan dan anggota DPRD.

Para terdakwa diduga membuat anggaran ganda di Sekretariat DPRD walaupun item yang sama telah ditanggung melalui APBD Kutai Kartanegara.

Dugaan penyelewengan dana Penunjang Kegiatan Operasional anggota DPRD Kukar periode 2005 dengan kerugian negara sekitar Rp2,6 miliar itu telah menyeret 15 anggota DPRD Kutai Kartanegara periode 2004-2009 yang kemudian terpilih lagi pada periode 2009-2014, serta 14 anggota DPRD purna tugas periode 2004-2009 serta mantan Sekretaris DPRD Kutai Kartanegara, yang kini menjabat Asisten IV Sekprov Kaltim, Aswin dan mantan Bendahara DPRD Kukar Jamhari sebagai terdakwa.