Rabu, 19 Oktober 2011

PEMERINTAHAN Reformasi Birokrasi Mampat

Kamis, 29 September 2011
JAKARTA (Suara Karya): Guru Besar Analisis Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada Sofian Effendi menilai, sejauh ini pelaksanaan reformasi birokrasi di Indonesia mampat. Sebab, belum terlihat mencapai sasaran yang diinginkan, yakni terciptanya pemerintahan yang baik.
Menurut Sofian, di Jakarta, Rabu (28/9), pada kenyataannya reformasi birokrasi jilid kedua yang tengah berjalan ini, masih menekankan pada proses dan belum sampai pada pencapaian tujuan.
"Reformasi birokrasi ini penekanannya masih pada proses dan bukan tujuan atau `output`," katanya setelah acara seminar dan bedah buku "Reformasi Tata Kepemerintahan: Menyiapkan Aparatur Negara untuk Mendukung Demokratisasi Politik dan Ekonomi Terbuka" yang ditulis oleh Sofian Effendi sendiri.
Dalam bukunya "Reformasi Tata Kepemerintahan" Sofian menjabarkan tiga sasaran pokok dari reformasi birokrasi yakni membangun kepercayaan publik yang ditunjukkan melalui pemberantasan KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme), pelayanan publik bermutu dan responsif, serta reformasi sistem aparatur negara.
Sofian berpendapat, belajar dari pengalaman masa lalu, maka reformasi birokrasi generasi kedua ini harus lebih diarahkan untuk membangun kapasitas kelembagaan dan tata kelola pemerintahan yang baik. Untuk itu, reformasi harus memusatkan perhatian pada tiga pokok sasaran tersebut.
Pelayanan Publik

Namun, ia mengatakan sasaran dari reformasi birokrasi itu sendiri, yakni peningkatan pelayanan publik dan pemberantasan korupsi secara menyeluruh yang menjadi sasaran reformasi birokrasi, belum juga terlihat.
Soal pelaksanaan reformasi birokrasi saat ini, Sofian yang pernah menjabat sebagai Kepala Badan Kepegawaian Negara 1999-2000, mengatakan pemerintah memilih untuk melakukan reformasi dari dalam, yang kemudian dalam pelaksanaannya justru tidak mengarah pada tujuan.
Reformasi dari dalam ini dijalankan dengan menyerahkan inisiatif pada kementerian/lembaga untuk merancang reformasi di internal mereka, ujarnya. Akibatnya, saat penyusunan quick win, kementerian/lembaga cenderung memilih target atau capaian yang mudah.
"Jadi quick win dipilih yang mudah-mudah, bukan yang betul-betul penting untuk meningkatkan outcome (hasil-Red)," katanya.
Untuk itu, ia mengatakan reformasi birokrasi harus fokus dan menekankan pada hasil. Ia mengingatkan reformasi birokrasi jangan sampai disorientasi dan perlu didesain sedemikian rupa sehingga mampu menjawab tantangan global yang dihadapi Indonesia ke depan.
Sementara itu, dalam buku yang ditulisnya, Sofian mengatakan agar reformasi birokrasi ini berhasil dilaksanakan maka perlu upaya maksimal untuk membangun tiga pilar aparatur negara. Ketiga, pilar tersebut yaitu, pemantapan integritas aparatur, penyediaan pelayanan publik yang prima dan terjangkau, serta penataan manajemen SDM aparatur. (Ant)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar