Rabu, 28 Desember 2011

KY: Lima Pendaftar "Background" Militer Daftar CHA

Jakarta (ANTARA) - Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Asep Rahmat Fajar mengatakan ada lima pendaftar calon hakim agung (CHA) yang memiliki latar belakang (background) pengadilan militer.

"Ada lima pendaftar (CHA) yang memiliki `background` pengadilan militer," kata Asep, di Jakarta, Selasa.

Namun Asep belum bisa merinci lima pendaftar CHA yang memiliki latar belakang pengadilan militer tersebut.

Sebelumnya Mahkamah Agung (MA) sangat menyayangkan pada selesksi hakim agung sebelumnya tidak ada hakim agung yang memiliki latar belakang pengadilan militer.

MA mengungkapkan bahwa kebutuhan hakim agung militer sangat mendesak karena hanya memiliki dua hakim agung militer, sehingga tidak memenuhi satu majelis yang harus tiga orang.

Pada akhir tahun ini, MA kembali mengajukan permohonan seleksi hakim agung ke KY terkait lima hakim agung yang akan pensiun di 2012.

Lima hakim agung yang akan pensiun hingga Mei 2012 yaitu Harifin A Tumpa, Prof Mieke Komar, Atja Sondjaja, Imam Harjadi, dan Dirwoto.

Untuk itu dalam seleksi hakim agung ini, MA minta dua hakim agung perdata, dua hakim agung pidana, dan satu hakim agung militer.

Terkait permintaan MA ini, Asep menegaskan bahwa KY akan selalu

mempertimbangkan permintaan Mahkamah Agung terkait kebutuhan hakim agung yang akan bertugas dalam "Kamar Militer".

"Namun KY juga tetap mempertimbangkan kualitas dan integritas dari pendaftar tersebut," katanya.

Dalam seleksi CHA yang dibuka pada 1-21 Desember 2011, Asep mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima 108 pendaftar, yakni 61 pendaftar dari jalur non karir dan 47 pendaftar dari jalur non karir.

"Ini jumlah pendaftar terbanyak, walaupun kebutuhannya hanya lima hakim agung,"

kata Asep.

Dia juga mengungkapkan bahwa pendaftar dari jalur karir sebagian besar didaftarkan langsung oleh pengadilan tinggi, tidak seperti sebelumnya yang dipusatkan oleh MA.

Asep juga mengungkapkan bahwa ada lima hakim karir yang mendaftar melalui jalur non karir.

"Ada lima hakim dari pengadilan negeri yang mendaftar melalui jalur non karir," katanya.

Catatan Akhir Tahun - KY Terima 1.658 Laporan Terkait Perilaku Hakim

Jakarta (ANTARA) - Komisi Yudisial selama Januari hingga 15 Desember 2011, menerima 1.658 laporan masyarakat di luar surat tembusan sebanyak 1.556 laporan, terkait perilaku hakim.

Juru Bicara KY Asep Rahmat Fajar, di Jakarta, Selasa, mengatakan dari 1.658 laporan masyarakat tersebut sebanyak 718 sudah diregistrasi dan 904 belum diregistrasi.

"Laporan yang belum diregistrasi ini karena datanya belum lengkap," kata Asep.

Dia mengungkapkan bahwa dari laporan yang diregistrasi ini hanya 351 laporan ditindaklanjuti KY, sedangkan sisanya 367 laporan tidak dapat ditindaklanjuti.

Juru bicara KY ini menyebut laporan yang tidak dilanjuti ini, diantaranya bukan wewenang KY, tidak ada bukti yang mendukung.

Dalam menangani laporan yang dapat dtindaklanjuti ini, KY telah melakukan empat klasifikasi, yakni 42 laporan ditindaklanjuti sampai dengan pemeriksaan hakim, 91 laporan hanya sampai pemeriksaan pelapor atau saksi, 169 laporan ditindaklanjuti permintaan klarifikasi dan meneruskan ke instansi lain, 49 laporan minta alat bukti,

investigasi, diteruskan ke MA.

Dari uraian tersebut, kata Asep, pihaknya selama 2011 ini telah memanggil 75 hakim dan 189 pelapor atau saksi.

"Namun dari 75 hakim yang dipanggil, hanya 71 hakim yang menghadiri pemeriksaan," kata Asep.

Asep melanjutkan, dari 71 hakim yang telah dimintai keterangan, akhirnya KY merekomendasikan pada 15 hakim untuk diberi sanksi.

Rincian rekomendasi KY ke Mahkamah Agung adalah delapan hakim direkomendasikan diberi sanksi tertulis, lima hakim direkomendasikan diberhentikan

sementara, satu hakim diberhentikan tetap, dan satu hakim direkomendasikan sanksi sedang.

Asep mengatakan, seluruh rekomendasi tersebut telah ada dua hakim yang dimajukan ke Majelis Kehormatan Hakim, yakni Hakim Edy dari Pengadilan Negeri Mataram dan hakim Dwi Djanuanto dari Pengadilan Negeri Jogjakarta.

Hakim Edy diputus non palu selama dua tahun tanpa remunerasi karena terbukti melakukan perbuatan tercela menerima sejumlah uang dari pihak berpekara saat bertugas di Pengadilan Negeri Dumai.

Sedangkan Hakim Dwi Djanuanto diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatan hakim karena terbukti meminta imbalan ke pihak berpekara serta berbuat asusila.

Asep juga mengatakan bahwa sebenarnya masih ada satu hakim lagi yang akan diajukan ke MKH pada akhir tahun ini, namun diundur pada awal tahun depan.

Jumat, 16 Desember 2011

PNS Muda Punya Tabungan Fantastis, Kinerja Inspektorat Dipertanyakan

Jakarta – Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) membeberkan data mengenai banyaknya PNS muda yang kaya dan memiliki tabungan fantastis. Ada dugaan mereka terindikasi korupsi. Data ini otomatis mempertanyakan kinerja inspektorat dalam mengawasi para PNS.

“Itu sangat tidak wajar, karena penghasilan seorang PNS itu bisa diukur. Tidak mungkin mereka memiliki tabungan di atas rata-rata,” kata koordinator Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), Jamil Mubarok kepada detikcom, Selasa (6/12/2011).

Jamil menduga, pundi-pundi kekayaan itu berhasil dikumpulkan para PNS muda proyek-proyek di luar kerja mereka. Ini terjadi karena kurangnya fungsi pengawasan di suatu instansi yaitu bagian Inspektorat. Padahal, inspektorat harusnya bisa menyelidiki rekening milik PNS-nya yang baru bekerja beberapa bulan namun sudah berpenampilan mewah.

“Melihat apa yang disampaikan PPATK itu, tentu sudah bisa kita simpulkan bahwa inspektorat yang berfungsi sebagai pengawasan tidak bekerja maksimal. Harusnya inspektorat turun begitu melihat ada PNS muda yang tidak wajar,” tambahnya.

Sebenarnya, lanjut Jamil, data yang disampaikan PPATK ini sangat memalukan dan mencoreng lembaga-lembaga pemerintah khususnya kementerian. Sebab, harusnya masalah PNS muda yang hidup mewah bisa diselesaikan di tingkat instantsi.

“Tapi ini malah sampai ke PPATK, ini kan menambah pekerjaan mereka,” kritiknya.

Ia menyarankan, pimpinan tertinggi di instansi itu juga turut peduli dengan kehidupan para pegawainya. Pimpinan diharapkan tidak hanya merencanakan dan menjalankan segudang program tapi lupa melakukan pengawasan pada internalnya.

“Pimpinan institusi birokrasi jangan hanya bekerja menjalankan program saja tapi juga harus memperhatikan sepak terjang anak buahnya, dari level tinggi ke rendah,” jelas Jamil.

Dia juga mengkritisi buruknya gaya hidup para PNS tidak lepas dari sistem penerimaan yang bermasalah. Akibatnya, para PNS bahkan CPNS berprilaku korup.

“Selain itu yang paling mendasar adalah perlu adanya evaluasi besar saat proses penyeleksiaan para PNS. Tahap pendidikan dan pelatihan bagi para CPNS juga dipertajam. Karena kita lihat kenyataannya yang sekarang ini proses pengawasan itu tidak berjalan sehingga etika dan moral tidak terjunjung tinggi,” tutupnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua PPATK Agus Santoso mengatakan, banyak PNS muda berusia 28 tahun yang terindikasi korupsi. Modusnya unik, bersama sang isteri anak muda ini secara aktif mencoba menyamarkan dan menyembunyikan harta yang didapat secara haram.

“Ada 50% PNS muda kaya yang terindikasi korupsi. Perilaku koruptif para pejabat muda usia ini berdasarkan hasil analisis PPATK yang sebetulnya sudah lama dilakukan,” kata Agus.

Adapun indikator kaya menurut Agus adalah bergaya hidup mewah, mempunyai barang mewah, kemudian dari jumlah rekening yang tidak wajar.

Sumber: Detikcom – Selasa, 06/12/2011

-

Peta Masalah Pengadilan Pajak (2010)

Posisi Kementerian Keuangan sebagai pintu keluar masuknya anggaran negara memiliki peran yang strategis sebagai katalisator keberhasilan reformasi birokrasi. Ironisnya, justru berbagai kasus korupsi yang terungkap belakangan ini bersumber dari instansi tersebut, terutama dari Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai. Dari sekian banyak kasus yang muncul terkait dengan perpajakan, lembaga yang turut menjadi sorotan publik adalah Pengadilan Pajak yang dinilai tidak independen karena berada di bawah dua atap.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, pembinaan teknis peradilan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung, namun pembinaan organisasi, administrasi dan keuangannya masih dilakukan oleh Kementerian Keuangan. Keadaan ini menjadi salah satu sebab yang menghambat independensi para hakim untuk dapat memutus sengketa pajak dengan adil. Mahkamah Agung sendiri gamang dalam melaksanakan fungsi pembinaan dan pengawasannya.

Berdasarkan pemetaan masalah Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) yang dihasilkan melalui serangkaian wawancara, focus group discussion dan observasi, terdapat beberapa permasalahan terkait aspek regulasi, organisasi, sumber daya manusia, dan pengawasan di pengadilan pajak. Permasalahan aspek regulasi meliputi inkonsistensi, multitafsir dan overlapping peraturan. Pada aspek organisasi, keberadaan pengadilan pajak yang bernaung dibawah Mahkamah Agung sekaligus Kemenkeu menjadikan lembaga tersebut tidak independen. Sementara itu permasalahan aspek SDM meliputi rendahnya kualitas dan kuantititas hakim disamping sistem rekrutmen hakim yang tidak transparan. Adapun permasalahan aspek pengawasan meliputi tingginya potensi konflik kepentingan antara hakim-wajib pajak-fiskus, tidak efektifnya sistem pengawasan dari level pemeriksaan, pengajuan keberatan/banding sampai dengan eksekusi putusan, termasuk belum terbentuknya majelis kehormatan pengadilan pajak.

Berdasarkan hasil pemetaan masalah tersebut, MTI mencoba meramu beberapa rekomendasi kebijakan terkait masing-masing aspek yang telah dikemukakan diatas. Selanjutnya akan disusun naskah akademik dan advokasi kebijakan dalam rangka memperbaiki tata kelola pengadilan pajak.

Jamil Mubarok: Hakim Peminta Striptease Tunjukkan Pengawasan MA Longgar

Jakarta – Hakim Dwi Djanuanto dipecat Majelis Kehormatan Hakim (MKH) karena terbukti meminta penari telanjang dan tiket pesawat kepada pihak berperkara. Munculnya kasus ini menunjukkan pengawasan Mahkamah Agung (MA) yang longgar.

“Ini harus ada sikap tegas. Aturan sudah ada, tetapi harus dijalankan secara tegas, tidak ada toleransi lagi. MA seharusnya sudah punya deteksi dini. Adanya kasus ini menunjukkan longgarnya pengawasan MA terhadap hakim,” kata peneliti dari Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) Jamil Mubarok.

Berikut ini wawancara detikcom dengan Jamil, Kamis (24/11/2011):

Hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta Dwi Djanuanto terbukti meminta penari telanjang dan tiket pesawat kepada pihak berperkara. Hakim Mahkamah Syariah Tapaktuan Provinsi Aceh Dainuri juga terbukti melakukan perbuatan asusila. Apa pandangan MTI terhadap kasus ini?

Ini cerminan dari masih belum bermartabatnya hakim di Indonesia. Kemudian dengan perilaku ini kehormatan hakim akhirnya tidak ada, hilang. Dari dua kasus ini harus jadi pembelajaran penting Mahkamah Agung (MA) dalam menegakkan moral dan etika di antara hakim.

Pentingnya intensifikasi pengawasan pada perilaku hakim dari internal MA agar tidak terulang kembali. Ini sangat memalukan wajah hukum Indonesia. Perilaku hakim seperti itu langsung atau tidak langsung berpengaruh pada pengambilan keputusan. Hakim menjadi tidak kredibel, langsung atau tidak bisa berpengaruh pada kualitas keputusan. Karena putusan adalah cerminan perilaku hakimnya juga.

Bisa berimbas pada munculnya ketidakpercayaan masyarakat pada penegak hukum?

Totalitas reformasi penegak hukum masih jauh dari harapan masyarakat, dengan contoh saat ini, seharusnya pada stakeholder, Ketua MA, pimpinan Kejaksan dan Kapolri. Ini realita yang menyedihkan, menyakitkan. Jadinya tidak sesuai dengan arah pembaruan hukum di Indonesia.

Ini harus ada sikap tegas. Aturan sudah ada, tetapi harus dijalankan secara tegas, tidak ada toleransi lagi. MA seharusnya sudah punya deteksi dini. Adanya kasus ini menunjukkan longgarnya pengawasan MA terhadap hakim.

Majelis Kehormatan Hakim sudah memecat hakim tersebut. Ini keputusan tepat?

Saya berharap tidak sebatas divonis di MKH saja. Kalau memang ada tindak pidananya, meski tindak pidana ringan, maka harus berlanjut proses hukumnya. Jangan berhenti di pemecatan.

Dia harus hadapi proses hukum juga. Satu sisi MA memang sudah membuat suatu tindakan yang baik, yakni dengan membuat MKH bersama Komisi Yudisial (KY). Tindakan itu harus inward looking, koreksi diri.

Jadi ke depan apa yang harus dilakukan?

Pengawasan terhadap hakim jangan mutlak di pengawasan eksternal di KY atau publik secara luas. Melainkan harus ada pengawasan internal. Saya kira kalau ini terjadi berulang harus ada evaluasi besar terhadap proses pembinaan terhadap hakim.

Belum lama ini jaksa di Kejaksaan Negeri Cibinong tertangkap tangan KPK karena menerima menerima uang suap Rp 99 juta. Ada pula kasus jaksa menghamili tahanan di Lamongan. Ini menunjukkan apa?

Ini menunjukkan reformasi kejaksaan masih belum memenuhi hasil signifikan, belum komprehensif. Padahal kasus jaksa tertangkap tangan kan sebelumnya sudah pernah terjadi. Ini sekaligus juga merupakan desakan terhadap jaksa untuk mengubah perilakunya. Penangkapan itu hanya sebagian kecil shock therapy. Jaksa juga harus buat sistem ketat agar para jaksa tidak bisa komunikasi langung dengan pihak berperkara.

Pembenahan apa yang harus dilakukan?

Soal jaksa yang tertangkap tangan ini harus dipertanyakan ke Kejari Cibinong, kenapa mereka justru ditangkap tangan oleh KPK? Seharusnya mereka bisa ditindak oleh jaksa pengawas, karena itu memang tugas jaksa pengawas.

Saya kira ini terjadi karena fungsi pengawasan di level kejari tidak berjalan sama sekali. Pembenahan pengawasan internal ini menjadi PR terbesar kejaksaan dan masyarakat untuk mengawasi Kejagung. (vit/nwk)

Sumber: Detikcom – Kamis, 24/11/2011

Anggaran MA Terbatas
Usulan Pembentukan PHI di Batam Masih Dipertimbangkan
Jum'at, 16-12-2011 | 14:32 WIB

Ketua Mahkamah Agung RI, Arifin A Tumpak saat peresmian PTUN Kepri, Jum'at(16/12/2011). Foto:Roni/batamtoday

BATAM, batamtoday - Pembentukan Pengadilan di wilayah Propinsi dan Kabupaten/Kota seluruh Indonesia masih belum dapat direalisasikan seluruhnya. Pasalnya anggaran yang diberikan ke Mahkamah Agung (MA) cukup terbatas. Dalam lima tahun, anggaran sebesar Rp5 triliun untuk pembangunan peradilan termasuk gaji pegawai.

"Pembentukan Pengdilan terkendala anggaran Mahkamah Agung yang hanya sebesar Rp5 triliun untuk lima tahun," kata Ketua Mahkamah Agung RI, Arifin A Tumpak, saat peresmian PTUN Kepri di Batam, Jum'at (16/12/2011).

Dari anggaran tersebut, lanjut Tumpa, masih terbagi untuk gaji pegawai sebesar 60-65 persen. Sedangkan sebanyak 30-35 persennya lahi untuk biaya operasional termasuk pembentukan pengadilan di seluruh Indonesia.

"Makanya kita akan bentuk pengadilan secara bertahap disesuaikan dengan anggaran dan tingkat kebutuhannya," terang Arifin.

Pada kesempatan tersebut, MA juga mempertimbangkan usulan Gubernur Kepri dan Walikota Batam untuk pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) di Kota Batam. Sebab, Kota Batam sebagai daerah Industri, yang sangat rentan persoalan perselisihan hubungan Industri, belum memiliki PHI.

"Sangat memungkinkan adanya PHI di Kota Batam, nanti akan dipertimbangkan," ujarnya.

(Roni Ginting/Mg)